HIR
(HET HERZIENE
INDONESISCH REGLEMENT)
HAL MENGADILI PERKARA PERDATA YANG
TERMASUK WEWENANG PENGADILAN NEGERI
BAG I
Pasal
118
(1) Tuntutan (gugatan) perdata yang pada
tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus diajukan
dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangani oleh penggugat,
atau wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di tempat diam
si tergugat, atau jika tempat diamnya tidak diketahui, maka ketua pengadilan
negeri di tempat tinggalnya yang sebenarnya. (KUHPerd 15).
(2) Jika yang di gugat lebih dari
seorang, sedang mereka tidak tinggal didaerah hukum pengadilan negeri yang
sama, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggal salah seorang tergugat yang dipilih oleh penggugat. Jika yang digugat
itu adalah seorang debitur utama dan seorang penanggungnya, “maka tanpa
mengurangi ketentuan Pasal 6 ayat (2) Reglement susunan kehakiman dan
kebijaksanaan mengadili di Indonesia” tuntutan itu diajukan kepada ketua
pengadilan negeri ditempat tinggal debitur utama atau salah satu debitur utama.
(3) Jika tidak diketahui tempat diam si
tergugat dan tempat tinggalnya yang sebenarnya, atau jika tidak dikenal
orangnya, maka tuntutan itu diajaukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat
tinggal penggugat atau salah seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang
barang tetap, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang
dalam daerah hukumnya terletak barang itu.
(4) Jika ada suatu tempat tinggal yang
dipilih dengan surat
akta, maka penggugat, kalau mau, boleh mengajukan gugatannya kepada ketua
pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal yang
dipilih itu. (KUHPerd 24).
Pasal
119
Ketua
PN berkuasa memberi nasehat dan bantuan kepada penggugat atau wakilnya dalam
hal mengajukan tuntutan.
Pasal
120
Jika
penggugat tidak cakap menulis, maka tuntutan boleh diajukan secara lisan kepada
ketua PN; ketua akan mencatat tuntutan itu atau menyuruh mencatatnya.
Pasal
120 a
(1) Jika tuntutan itu berhubungan dengan
perkara pengadilan yang sudah diputuskan oleh hakim desa, penggugat harus
menyebutkan isi keputusan itu dalam tuntutannya; kalau dapat, salinan putusan
itu hendaklah disertakan.
(2) Pada waktu atau setelah tuntutan itu
diterima atau pada waktu persidangan mulai, ketua pengadilan negeri akan
mengingatkan penggugat mengenai kewajibannya yang diterangkan ayat (1).
Pasal
121
(1) Sesudah surat tuntutan yang diajukan
itu atau cacatan yang dibuat itu didaftarkan oleh panitera pengadilan dalam
daftar untuk itu, maka ketua itu akan menentukan hari dan jam perkara itu akan
diperiksa di muka pengadilan negeri, dan memerintahkan pemanggilan kedua belah
pihak, supaya hadir pada waktu yang ditentukan itu disertai oleh saksi-saksi
yang mereka kehendaki untuk diperiksa, dengan membawa segala surat keterangan
yang hendak dipergunakan.
(2) Ketika memanggil si tergugat,
hendahlah diserahkan juga sehelai salinan surat
tuntutan, dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, boleh menjawab tuntutan
itu dengan surat.
(3) Perintah yang disebut dalam ayat
pertama itu dicatat dalam daftar yang disebut dalam ayat itu, demikian juga
pada surat
tuntutan yang asli.
(4) Pencatatan dalam daftar termasuk
dalam ayat (1), tidak boleh dilakukan, kalau kepada panitera pengadilan belum
dibayar sejumlah uang, yang untuk sementara banyaknya ditafsir oleh ketua
pengadilan negeri menurut keadaan biaya kantor panitera pengadilan dan biaya
panggilan serta pemberitahuan yang dlakukan kepada kedua belah pihak dan harga
materei yang akan dipakai; uang yang dibayar itu akan diperhitungkan kemudian.
Pasal
122
Dalam
menentukan hari persidangan, ketua hendaklah mengingat jauhnya tempat diam atau
tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri persidangan, dan
waktu antara hari pemanggilan kedua belah pihak dan hari persidangan lamanya
tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari kerja, kecuali jika perkara itu perlu
bener lekas diperiksa dan hal itu disebutkan dalam surat perintah itu.
Pasal
123
(1) Kedua belah pihak, kalau mau,
masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seorang yang harus dikuasakannya
untuk itu dengan surat
kuasa khusus, kecuali pemberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga
memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan diajukan
menurut Pasal 118 ayat (1) atau pada tuntutan yang dikemukakan dengan lisan
menurut Pasal 120 ; dan dalam hal terahir ini, itu harus disebutkan dalam
catatan tentang tuntutan itu.
(2) Pejabat yang karena peraturan umum
dari pemerintah harus mewakili Negara dalam perkara hukum tidak perlu memakai surat kuasa khusus itu.
(3) Pengadilan negeri berkuasa memberi
perintah, supaya kedua belah pihak, yang diwakili oleh kuasanya pada
persidangan, datang menghadap sendiri. Kekusaan itu tidak berlaku bagi
pemerintah (gubernur jendral) (KUHPerd1793).
Pasal
124
Jika
penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan
itu, meskipun ia dipanggil secara sah, pula tidak menyuruh orang lain menghadap
sebagai wakil wakilnya, maka tuntutannya dianggap gugur dan ia dihukum membayar
biaya perkara ; tetapi ia berhak mengajukan gugatannya sekali lagi, sesudah
membayar biaya perkara tersebut.
Pasal
125
(1) Jika tergugat, meskipun dipanggil
dengan sah, tidak datang pada hari yang ditentukan, dan tidak menyuruh orang
lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan
tanpa kehadiran (VERSTEK), kecuali kalau nyata bagi pengadilan negeri bahwa
tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan.
(2) Akan tetapi jika si tergugat, dalam
surat jawabannya tersebut pada Pasal 121, mengemukakan eksepsi (tangkisan)
bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia
sendiri atau wakilnya tidak datang, wajiblah pengadilan negeri mengambil
keputusan tentang eksepsi tersebut, sesudah mendengar penggugat itu ; hanya
jika eksepsi tidak dibenarkan, pengadilan negeri boleh memutus perkara itu.
(3) Jika tuntutan diterima, maka
keputusan pengadilan atas perintah ketua, harus diberitahukan kepada si
terhukum, dan harus diterangkan pula kepadanya, bahwa ia berhak mengajukan
perlawanan terhadap keputusan tak hadir dimuka majelis pengadilan itu dalam
waktu dan dengan cara yang ditentukan pada Pasal 129.
(4) Panitera pengadilan akan mencatat di
bawah keputusan tak hadir itu, siapa yang diperintahkan menyampaikan
pemberitahuan dan keterangan itu, baik dengan surat maupun dengan lisan.
Pasal
126
Dalam
hal tersebut pada ke-dua pasal di atas ini, pengadilan negeri, sebelum
menjatuhkan keputusan, boleh memerintahkan supaya pihak yang tidak datang
dipanggil sekali lagi untuk menghadap pada hari persidangan lain, yang
diberitahukan oleh ketua dalam persidangan kepada pihak yang datang ; bagi
pihak yang datang itu, pemberitahuan itu sama dengan panggilan.
Pasal
127
Jika
seorang tergugat atau lebih tidak menghadap dan tidak menyuruh orang lain
menghadap sebagai wakilnya, maka pemeriksaan perkara akan ditangguhkan sampai
pada hari persidangan lain, yang tidak lama sesudah hari itu penangguhan itu
diberitahukan dalam persidangan kepada pihak yang hadir, dan bagi mereka
pemberitahuan itu sama dengan panggilan; sedang si tergugat yang tidak datang,
atas perintah ketua, harus dipanggil sekali lagi untuk menghadap pada
persidangan yang lain. Pada hari itulah perkara itu diperiksa, dan kemudian
diputuskan bagi sekalian pihak dengan satu keputusan, yang terhadapnya tak
boleh diadakan perlawanan keputusan tanpa kehadiran (Rv.81)
Pasal
128
(1) Keputusan hakim yang dijatuhkan
dengan keputusan tanpa kehadiran, tidak boleh dijalankan sebelum lewat 14 hari
sesudah pemberitahuan tersebut pada pasal 125.
(2) Jika sangat perlu atas permintaan
penggugat, entah permintaan lisan entah permintaan tertulis, ketua boleh
memerintahkan supaya keputusan hakim itu dilaksanakan sebelum lewat jangka
waktu itu, entah dalam keputusan itu, entah sesudah keputusan itu dijatuhkan.
(Rv.82)
Pasal
129
(1) Tergugat yang dihukum dengan
keputusan tanpa kehadiran dan tidak menerima keputusan itu boleh mengajukan
perlawanan (VERZET).
(2) Jika keputusan hakim itu
diberitahukan kepada orang yang kalah itu sendiri, maka perlawanan itu hanya
boleh diterima dalam 14 hari sesudah pemberitahuan itu. Jika keputusan hakim
itu diberitahukan bukan kepada orang yang kalah itu sendiri, maka perlawanan
itu boleh diterima sampai pada hari kedelapan sesudah teguran tersebut pada
pasal 196, atau dalam hal ia tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut, sampai
pada hari kedelapan sesudah dijalankan surat perintah ketua tersebut pada Pasal
197. (Rv. 83).
(3) Tuntutan perlawanan itu diajukan dan
diperiksa dengan cara biasa bagi perkara perdata.
(4) Jika tuntutan perlawanan itu telah
diajukan kepada pengadilan negeri, maka keputusan hakim itu tidak boleh
dilaksanakan untuk sementara waktu, kecuali jika diperintahkan menjalankannya
walaupun ada perlawanan.
(5) Jika kepada tergugat dijatuhkan
keputusan tanpa kehadiran untuk kedua kalinya, maka kalau ia mengajukan pula
perlawanan terhadap keputusan tanpa kehadiran, perlawanannya tidak akan
diterima.
Pasal
130
(1) Jika ada hari yang ditentukan itu
kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri, dengan perantaraan
ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu.
(2) Jika perdamaian terjadi, maka tentang
hal itu, pada waktu sidang, harus dibuat sebuah akta, dengan mana kedua belah
pihak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang dibuat itu; maka surat (akta) itu
berkekuatan dan akan sebagai keputusan hakim yang biasa.
(3) Terhadap keputusan yang demikian
tidak diizinkan orang minta naik banding.
(4) Jika pada waktu mencoba
memperdamaikan kedua belah pihak itu dipakai seorang juru bahasa, maka dalam
hal itu hendaklah dituruti peraturan pasal berikut.
Pasal
131
(1) Jika kedua belah pihak datang, tetapi
tidak dapat diperdamaikan ( hal ini harus disebutkan dalam berita acara
persidangan ), maka surat yang diajukan oleh kedua belah pihak itu harus
dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham akan bahasa yang dipakai dalam
surat itu, maka surat itu harus diterjemahkan kedalam bahasa pihak yang tidak
mengerti itu oleh seorang juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua.
(2) Sesudah itu, pengadilan negeri
memeriksa penggugat dan tergugat, kalau perlu dengan memakai seorang juru
bahasa pula.
(3) Juru bahasa itu, jika ia bukan juru
bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, harus disumpah di hadapan ketua,
bahwa ia akan menerjemahkan apa yang harus diterjemahkan itu dengan tulus.
(4) Pasal 154 ayat (3)berlaku juga bagi
juru bahasa. (Rv.33).
Pasal
132
Jika
dianggap perlu oleh ketua demi kebaikan dan keteraturan jalannya pemeriksaan
perkara, maka pada waktu memeriksa perkara ia berhak memberi nasehat kepada
kedua belah pihak dan untuk menunjukkan upaya hukum dan keterangan yang dapat
mereka pergunakan.
Pasal
132 a
(1) Dalam
tiap-tiap perkara, tergugat berhak mengajukan tuntutan balik (REKONVENSI),
kecuali; (Rv.244)
i. Bila penggugat semula itu menuntut karena
suatu sifat, sedangkan tuntutan balik itu mengenai dirinya sendiri, atau
sebaliknya ; (KUHperd 383, 452, 1655)
ii. Bila pengadilan negeri yang memeriksa
tuntutan asal tidak berhak memeriksa tuntutan balik itu, berhubung dengan pokok
perselisihan itu.
iii. Dalam perkara perselisihan tentang
pelaksanaan putusan hakim.
(2) Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama
tidak diajukan tuntutan balik maka dalam banding tak boleh lagi diajukan
tuntutan itu.
Pasal
132 b
(1) Si tergugat wajib memasukkan tuntutan
balik bersama-sama dengan jawabannya, baik dengan surat maupun dengan lisan. (Rv.245)
(2) Untuk tuntutan balik itu berlaku pula
peraturan-peraturan dalam berikut ini.
(3) Kedua perkara diselesaikan sekaligus
dan diputuskan dalam satu keputusan hakim, kecuali kalau pengadilan negeri
berpendapat, bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu daripada
yang lain ; dalam hal ini kedua perkara itu boleh diperiksa satu persatu,
tetapi tuntutan asal dan tuntutan balik yang belum diputuskan itu tetap
diperiksa oleh hakim yang sama, sampai dijatuhkan keputusan akhir. (Rv.246)
(4) Orang boleh naik banding, jika
banyaknya uang dalam tuntutan asal ditambah uang didalam tuntutan balik lebih
daripada jumlah uang yang boleh diputuskan oleh pengadilan negeri sebagai hakim
yang tertinggi. (Rv.247).
(5) Jika kedua perkara itu dipisahkan dan
diputus sendiri-sendiri, maka harus dituruti peraturan biasa tentang hak naik
banding itu. (Rv.247)
Pasal
133
Jika
si tergugat dipanggil menghadap ke pengadilan negeri, sedang menurut pasal 118
ia tidak usah menghadap pengadilan negeri itu, maka bolehlah ia meminta supaya
hakim menyatakan diri tidak berwenang dalam hal itu, asal saja permintaan itu
diajukan dengan segera pada permulaan persidangan pertama ; permintaan itu
tidak akan diperhatikan lagi jika si tergugat telah mengadakan suatu perlawanan
lain. (Rv.131)
Pasal
134
Jika
perselisihan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang PN, maka
pada sembarang waktu pada pemeriksaan perkara itu, boleh diminta supaya hakim
mengaku tidak berwenang, dan hakim itu pun dengan jabatannya, wajib pula
mengaku tidak berwenang. (Rv.132)
Pasal
135
Jika
tidak ada jawaban yang menyatakan hakim itu tidak berwenang, atau jika jawaban
demikian ada tetapi ditimbang tidak benar, maka pengadilan negeri, sesudah
mendengar kedua belah pihak, harus segera memeriksa dengan seksama dan adil
kebenaran tuntutan yang dibantah itu dan sah nya pembelaan terhadap tuntutan
itu.
Pasal
135 a
(1) Jika tuntutan itu menyangkut perkara
pengadilan yang sudah diputuskan oleh hakim desa, maka pengadilan negeri harus
mengetahui keputusan itu, dan sedapat-dapatnya juga alas an-alasannya.
(2) JIka tuntuta itu menyangkut perkara
pengadilan yang belum diputuskan oleh hakim desa, sedang pengadilan negeri
memandang ada faedahnya perkara itu diputuskan oleh hakim desa, maka hal itu
diberitahukan oleh ketua kepada penggugat dengan memberikan selembar surat
keterangan ; pemeriksaan perkara itu lantas diundurkan sampai pada hari
persidangan berikut, yang akan ditetapkan oleh ketua, kalau perlu perlu atas
kuasa jabatannya.
(3) Jika hakim desa telah menjatuhkan
keputusan, maka bila penggugat menghendaki pemeriksaan itu dilanjutkan,
haruslah ia memberitahukan isi keputusan itu kepada pengadilan negeri, sedapat
mungkin dengan memberikan salinannya; sesudah itu, barulah pemeriksaan perkara
dilanjutkan.
(4) Jika 2 (dua) bulan sesudah penggugat
mengajukan perkaranya hakim desa belum juga menjatuhkan keputusannya, maka atas
permintaan penggugat, perkara itu akan diperiksa kembali oleh pengadilan
negeri.
(5) Jika penggugat menurut pertimbangan
hakim, tidak dapat memberi cukup alasan yang dapat diterima tentang penolakan
hakim desa untuk menjatuhkan keputusan, maka tim itu harus meyakini keadaan itu
karena jabatan.
(6) Jika ternyata bahwa penggugat tidak
membawa perkara itu kepada hakim desa, maka gugatannya dianggap gugur. (RO 3)
Pasal
136
Eksepsi
(tangkisan) yang dikemukakan oleh si tergugat, kecuali tentang hal hakim tidak
berwenang, tidak boleh dikemukakan dan ditimbang sendiri-sendiri, melainkan
harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara (Rv 135)
Pasal
137
Masin-masing
pihak boleh menuntut untuk melihat surat
keterangan pihak lawannya, yang harus diserahkan kepada hakim untuk maksud itu.
Pasal
138
(1) Jika salah satu pihak membantah
kebenaran surat keterangan yang diserahkan pihak
lawannya, maka pengadilan negeri dapat memeriksa hal itu; sesudah pemeriksaan
itu harus diputuskannya, apakah surat
itu boleh dipakai dalam perkara itu atau tidak.
(2) Jika ternyata bahwa dalam pemeriksaan
itu perlu digunakan surat yang dipegang oleh
penyimpan umum, maka pengadilan negeri akan memerintahkan supaya surat itu diperlihatkan
kepada pengadilan negeri di persidangan yang akan ditentukan untuk itu.
(3) Jika ada keberatan untuk
memperlihatkan surat itu, baik karena sifat surat itu, maupun karena jauhnya
tempat tinggal penyimpan itu, maka pengadilan negeri akan memerintahkan, supaya
pemeriksaan itu dijalankan oleh pengadilan negeri atau oleh kepala pemerintahan
setempat (assistant resident) di tempat tinggal si penyimpan itu, atau supaya
surat itu dikirimkan kepada ketua itu menurut cara yang ditentukan olehnya.
Pengadilan negeri tersebut terakhir atau kepala pemerintahan setempat itu harus
membuat berita acara pemeriksaan itu dan mengirimkannya kepada pengadilan
negeri tersebut yang pertama.
(4) Si penyimpan yang tanpa alasan yang
sah tidak mentaati perintah untuk memperlihatkan surat
(5) Jika surat
itu tidak menjadi bagian sebuah daftar, maka penyimpan sebelum memperlihatkan
atau memngirimkannya, harus membuat salinannya sebagai pengganti surat asli selama surat
itu belum diterima kembali. Di bawah salinan itu si penyimpan harus dicatat
sebab salinan itu dibuat, dan pada grose dan salinan yang akan diberikan dari surat itu harus disebut
catatan itu.
(6) Semua biaya untuk itu harus dibayar
kepada si penyimpan oleh pihak yang mengajukan surat yang dibantah itu, banyaknya biaya itu
di taksir oleh ketua PNyang memutuskan perkara itu.
(7) Jika pemeriksaan tentang surat yang diajukan itu menimbulkan dugaan bahwa surat itu di palsukan oleh orang yang masih hidup, maka
pengadilan negeri akan mengirimkan segala surat
perkara kepada pejabat yang berkuasa menuntut kejahatan itu.
(8) Perkara yan diajukan ke PN,
ditangguhkan dulu sampai diambil keputusan mengenai perkara pidana itu.
Pasal
139
(1) Jika penggugat menghendaki kebenaran
tuntutan diteguhkan dengan saksi, atau tergugat menghendaki kebenaran
perlawanannya diteguhkan dengan saksi, tetapi saksi itu tidak dapat dibawa
menurut peraturan pasal 121 karena tidak mau menghadap atau karena sebab lain,
maka PN harus menentukan hari persidangan lain untuk memeriksa saksi, dan
menyuruh seorang pegawai yang berwenang untuk memanggil saksi yang tidak mau
menghadap itu
(2) Panggilan serupa disampaikan juga
kepada saksi yang menurut perintah yang diberikan karena jabatannya akan
diperiksa oleh PN.
Pasal
140
(1) (1)Jika saksi yang dipanggil dengan
cara demikian juga tidak datang pada hari yang ditentukan, maka ia harus
dihukum oleh PN untuk membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dengan
sia-sia.
(2) Ia harus dipanggil sekali lagi atas
biaya sendiri.
Pasal
141
(1) Jika saksi yang dipanggil sekali lagi
itu tidak juga datang, maka ia harus dihukum sekali lagi membayar biaya yang
dikeluarkan dengan sia-sia itu, dan kergian yang diderita kedua pihak karena ia
tidak datang (KUHPerd 1366).
(2) Tambahan lagi, ketua dapat
memerintahkan supaya saksi yang tidak datang itu dibawa polisi mnghadap PN
untuk memenuhi kewajibannya.
Pasal
142
Jika
saksi yang tidak datang itu menerangkan, bahwa ia tidak memenuhi panggilan
karena alasan yang sah, maka sesudah diterangkannya hal itu, PN wajib menghapus
hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal
143
(1) Siapapun tidak boleh dipaksa
menghadap PN untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata, jika pengadilan
negeri itu berkedudukan di luar kerisedenan tempat saksi berdiam atau tinggal.
(2) Jika saksi yang demikian dipanggil,
tapi tidak datang, maka tidak boleh dihukum karena itu pemeriksaan harus dilimpahkan kepada PN (mahkamah pengadilan yang
setingkat), yang dalam daerah hukumnya saksi itu berdiam atau tinggal dan
majelis itu wajib segera mengirimkan berita acara pemeriksaan kepada PN yang
memeriksa perkara itu.
(3) Pelimpahan yang demikian itu boleh
juga langsung dilakukan tanpa harus memanggil saksi itu lebih dahulu.
(4) Berita acara itu dibacakan dalam
persidangan.
Pasal
144
(1) Saksi-saksi yang datang pada hari
yang ditentukan itu dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang.
(2) Ketua akan menanyakan nama,
pekerjaan, umur dan tempat berdiam atau tempat tinggal masing-masing, ia akan
menanyakan pula bahwa mereka berkeluarga sedarah atau semenda dengan salah satu
atau kedua belah pihak, dan jika benar demikian, dalam derajad keberapa; selain
itu akan dipertanyakan pula, adakah mereka menjadi pembantu salah satu pihak.
Pasal
145
(1) Yang tidak didengar sebagai saksi
adalah;
a.
Keluarga
sedarah dan keluarga semenda, salah satu pihak dalam garis lurus;
b.
Istri
dan suami salah satu pihak meskipun sudah bercerai;
c.
Ank-anak
yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia 15 tahun;
d.
Orang
gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang.
(2)
Akan
tetapi keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi
dalam perkara tentang keadaan menurut hukum perdata kedua pihak yang berperkara
atau tentang suatu perjanjian kerja.
(3)
Orang
tersebut dalam pasal 146 pada nomer (1) dan (2), tidak berhak mengundurkan diri
dari tugas member kesaksian dalam perkara tersebut dalam ayat diatas ini.
(4)
PN
berkuasa untuk melakukan pemeriksaan tanpa sumpah terhadap anak-anak tersebut
pada ayat pertama, atau orang gila yang kadang-kadang ingatannya terang; tetapi
keterangan mereka itu hanya boleh dipandang sebagai penjelasan saja (KUHPerd
1910--1912).
Pasal
146
(1) Yang boleh mengundurkan diri dari
memberian kesaksian adalah (KUHPerd 1909).
a.
Saudara
dan ipar salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan;
b.
Keluarga
sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau
istri salah satu pihak;
c.
Sekalian
orang yang karena kedudukannya, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan
menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan
kepadanya karena kedudukannya, pekerjaan atau jabatannya itu.
(2) PN lah yang akan menimbang benar tidaknya
keterangan seseorang, bahwa ia diwajibkan menyimpan rahasia
Pasal
147
Jika
saksi itu tidak mengundurkan diri dari tugas memberi kesaksian, atau jika
pengundurannya dinyatakan tidak beralasan, maka sebelum memberi keterangan, ia
harus disumpah menurut agamanya (KUHPerd 1991)
Pasal
148
Kecuali
dalam hal tersebut pada Pasal 146, jika seorang saksi menghadap persidangan,
teatapi enggan disumpah atau enggan memberikan keterangan, maka atas perintah
pihak yang berkepentingan, ketua boleh memberi perintah, supaya saksi itu
disandera atas biaya pihak yang berkepentingan itu, sampai saksi memenuhi
kewajibannya.
Pasal
149
Jika
saksi yang dipanggil itu termasuk bangsa Eropa, maka hukuman tersebut dalam
pasal 140 dan dalam pasal 141 ayat (1), perintah tersebut dalam pasal 141 ayat
(2), serta keputusan tersebut 146 ayat penghabisan, dijatuhkan oleh ketua
sendiri tanpa bantuan hakim anggoata bangsa Indonesia.
Pasal
150
(1) Pertanyaan yang ingin diajukan oleh
salah satu pihak kepada saksi, harus diberitaukan kepada ketua.
(2) Jika diantara pertanyaan itu ada yang
tidak berguna dalam perkara itu menurut pertimbangan pengadilan, maka
pertanyaan itu tidak boleh diajukan kepada saksi.
(3) Atas kemauannya sendiri, hakim boleh
mengajukan kepada saksi itu semua pertanyaan yang timbangnya berguna untuk
mencapai kebenaran.
Pasal
151
Peraturan
pada Pasal 284 tentang Pasal 285 saksi pada perkara PIDANA berlaku juga dalam
hal ini.
Pasal
284
(1) Jika tertuduh atau saksi tidak paham
akan bahasa yang digunakan dalam pemeriksaan pengadilan itu, maka ketua harus
mengangkat seorang juru bahasa, dan menyuruh dia bersumpah kalau ia bukan juru
bahasa PN yang memegang sudah di sumpah akan menerjemahkan dengan benar apa
yang harus diterjemahkan dari satu bahasa kebahasa lain.
(2) Barang siapa tidak boleh menjadi
saksi dalam suatu perkara, juga tidak boleh menjadi juru bahasa dalam perkara
itu.
Pasal
285
(1) Jika tertuduh itu bisu tuli dan tidak
pandai menulis, maka ketua harus mengangkat orang yang pandai bergaul dengan
tertuduh itu sebagai juru bahasa, asal orang itu sudah cukup umur untuk menjadi
saksi.
(2) Demikian pula harus diperbuat, jika
seorang saksi bisu tuli dan tidak pandai menulis.
(3) Jika yang bisu tuli itu pandai
menulis, maka ketua harus menuliskan semua pertanyaan atau teguran kepadanya,
dan menyuruh menyampaikan tulisan kepada tertuduh atau saksi yang bisu tuli
itu, dengan perintah untuk menuliskan jawabannya; kemudian semuanya harus
dibacakan.
(4) Peraturan pasal ini berlaku juga bagi
orang yang untuk sementara tidak dapat mendengar atau bicara.
Pasal
152
Keterangan
saksi yang diperiksa dalam suatu persidangan dicatat dalam berita acara
persidangan itu oleh panitera pengadilan.
Pasal
153
(1) Jika dipandang perlu atau berfaedah,
ketua boleh mengangkat satu atau dua komisaris dari dewan itu, yang dengan
bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan
pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi hakim.
(2) Panitera pengadilan hendaklah membuat
berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya; berita acara itu harus
ditandatangani oleh komisaris dan paniera pengadilan itu.
Pasal
154
(1) Jika PN menganggap perkara itu dapat
menjadi lebih terang kalau diperiksa atau dilihat oleh ahli, maka ia dapat
mengangkat ahli itu, baik atas permintaan keduabelah pihak, maupun karena
jabatannya.
(2) Dalam hal demikian, akan ditentukan
hari persidangan, supaya pada hari itu ahli itu memberi laporan, baik dengan surat maupun dengan lisan,
dan meneguhkan laporan itu dengan sumpah.
(3) Orang yang tidak boleh didengar
sebagai saksi tidak boleh diangkat menjadi ahli.
(4) PN sama sekali tidak wajib menuruti
pendapat ahli itu, jika pendapat itu berlawanan dengan kenyakinannya.
Pasal
155
(1) Jika kebenaran tuntutan atau
kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup terbukti, tetapi tidak pula sama
sekali tidak terbukti dan tidak mungkin diteguhkan dengan upaya pembutian yang
lain, maka PN, karena jabatan, boleh menyuruh salah satu pihak bersumpah
dihadapan hakim, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau
dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
(2) Dalam hal terakhir ini, PN harus
menentukan jumlah uang yang dapat dipercaya sebagai hak penggugat karena
sumpahnya. (KUHPerd 1940).
Pasal
156
(1) Sekalipun tidak ada suatu barang
bukti yang dibawa untuk meneguhkan tuntutan atau perlawanan atas tuntutan itu,
boleh juga salah satu pihak meminta pihak lain untuk bersumpah di hadapan
hakim, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu, asal sumpah itu
menyangkut suatu perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang kepadanya
sumpahnya bergantung keputusan perkara itu. (KUHPerd 1929, 1931)
(2) Jika perbuatan itu satu perbuatan
yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka pihak yang tidak mau bersumpah
boleh mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya. (KUHPerd 1932).
(3) Barang siapa disuruh bersumpah tetapi
enggan bersumpah atau enggan mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya,
dan barang siapa menyuruh bersumpah tetapi enggan bersumpah sesudah sumpah itu
dikembalikan kepadanya harus dikalahkan. (KUHPerd 1932).
Pasal
157
Sumpah
itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang dituntut atau dikembalikan
oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya, harus diangkat sendiri, kecuali
kalau PN karena alasan yang penting, memberi izin kepada salah satu pihak untuk
menyuruh bersumpah seorang wakilnya yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah
itu; kuasa itu hanya boleh diberi dengan akta otentik yang memuat sumpah yang
akan diangkat itu secara tepat dan lengkap. (1793-1945).
Pasal
158
(1) Pengangkatan sumpah itu hanya boleh
dilakukan dalam persidangan di PN, kecuali
jika hal itu tidak dapat dilangsungkan karena ada halangan yang sah;
dalam hal yang demikian, ketua PN dapat memberikan kuasa kepada salah seorang
anggota, supaya dengan bantuan panitera pengadilan yang akan membuat berita
acara tentang hal itu, disumpahnya pihak yang berhalangan itu dirumahnya.
(KUHPerd 1944)
(2) Sumpah itu hanya boleh diambil di
hadapan pihak yang lain, atau sesudah pihak itu dipanggil dengan sah. (KUHPerd
1945).
Pasal
159
(1) Jika suatu perkara tidak dapat
diselesaikan pada hari persidangan pertama, maka pemeriksaan perkara diundur
sampai pada hari persidangan yang lain, yang sedapat-dapatnya tidak berapa lama
kemudian dan demikian juga seterusnya.
(2) Pengunduran itu harus diberitahukan
dalam persidangan dihadapan kedua belah pihak; bagi mereka keputusan itu berlaku
sebagai penggilan.
(3) Jika salah satu pihak yang datang
pada persidangan pertama tak datang pada persidangan kemudian, pada waktu mana
diperintahkan penangguhan yang baru, maka ketua pengadilan wajib menyuruh
memberitahukan kepada pihak itu, jalan persidangan akan dilanjutkan.
(4) Penangguhan tidak boleh diberikan
atas permintaan kedua belah pihak, pula tidak boleh diperintahkan oleh PN
karena jabatanya kalau tidak perlu benar.
Pasal
160
(1) Jika pada waktu perkara ada suatu
perbuatan yang harus dikerjakan, sedang biayanya menurut pasal 182 harus
dibebankan kepada pihak yang kalah, maka ketua boleh memerintahkan supaya salah
satu pihak membayar lebih dahulu biaya itu di kantor panitera di pengadilan,
tanpa mengurangi hak pihak yang lain untuk membayar dulu atas kemauannya
sendiri.
(2) Jika kedua belah pihka enggan
membayar dahulu dan percuma saja ketua member nasehat untuk itu, maka perbuatan
yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan oleh undang-undang, tidak
dilakukan, dan pemeriksaan perkara diteruskan, kalau perlu pada persidangan
lain, yang akan ditetapkan oleh ketua dan diberitahukan kepada kedua belah
pihak.
Pasal
161
(1)
Jika
perkara itu sudah diselesaikan demikian rupa sehingga semua hal menjadi jelas,
entah dalam persidangan pertama, atau dalam persidangan kemudian, maka PN
menyuruh keluar kedua belah pihak, para saksi dan para pendengar, lalu meminta
pertimbangan penasehat, yang hadir pada waktu perkara itu diperiksa dalam
persidangan menurut pasal 7 “Reglement susunan kehakiman dan kebijaksanaan
mengadili di Indonesia”
(2)
Kemudian
diadakan permusyawaratan dan diambil keputusan menurut peraturan pasal 39 dan
40 “Reglement susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia”
BAG
KE II
BUKTI
Pasal
162
Tentang
bukti dan hal menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, PN wajib
memperhatikan peraturan pokok tersebut di bawah ini.
Pasal
163
Barang
siapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk
meneguhkan hak itu atau membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak
itu atau adanya kejadian itu. (KUHPerd 1865).
Pasal
164
Alat-alat
bukti, yaitu :
v Bukti tertulis. (KUHPerd 1867)
v Bukti Saksi. (KUHPerd 1895)
v Persangkaan. (KUHPerd 1951)
v Pangakuan. (KUHPerd 1923)
v Sumpah. (KUHPerd 1929)
Semuanya
dengan memperhatikan peraturan yang diperintahkan dalam pasal-pasal berikut
berikut. (KUHPerd 1866)
Pasal
165
Akta
otentik, yaitu suatu surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang
berwenang untuk membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak
dan ahli waris masing-masing serta sekalian orang yang mendapat hak darinya
tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan tentang hal yang
tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan; tetapi yang tersebut terahir
ini hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung menyangkut pokok akta itu.
(KUHPerd 1868, 1870).
Pasal
166 DICABUT
Pasal
167