Selamat Datang di Blog saya yang sederhana,Terima Kasih Atas Kunjungannya

Senin, 25 Februari 2013

PERIKATAN MANA SUKA



PERIKATAN-PERIKATAN MANA SUKA ATAU PERIKATAN YANG BOLEH DIPILIH OLEH SALAH SATU PIHAK


PERIKATAN PADA UMUMNYA

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.

Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1.     Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2.     Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.     Suatu pokok persoalan tertentu.
4.     Suatu sebab yang tidak terlarang.

Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.

Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.

Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.

Tempat tinggal (domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku.

Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.

Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.

Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah.

Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu :
1.     Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2.     Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3.     Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.

PERIKATAN MANASUKA

Dalam Perikatan Manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan manasuka, karena debitur telah memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang didsebutkan dalam perikatan, yang dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (pasal 1272 dan 1273 KUH Perdata).

Misalnya, A memesan barang elektronik berupa stereo tape rekorder pada sebuah toko barang elektronik dengan harga yang sama yaitu Rp 75.000. Dalam hal ini pedangang tersebut dapat memilih, menyerahkan strereo tape rekorder. Tetapi jika diperjanjikan bahwa A yang menentukan pilihan, maka pedagang memberitahukan kepda A bahwa barang pesanan sudah tiba, silakan A memilih  salah satu diantara dua benda objek  perikatan itu. JIka A telah memilih dan dan memerima dari salah satu benda itu, perikatan berakhir.

Jika salah satu benda yang menjadi objek perikatan itu hilang atau tidak dapat diserahkan atau musnah, maka perikatan itu menjadi murni dan bersyahaja. Jika kedua benda itu hilang dan debitur bersalah tentang hilangnya salah satu benda itu, debitur harus membayar harga benda yang hilang paling akhir (pasal 1274 dan 1275 KUH Perdata).

Jika hak memilih ada pada kreditur dan hanya salah satu benda saja yang hilang, maka jika itu terjadi bukan karena kesalahan debitur, kreditur harus memperoleh benda yang masih ada. Jika salah satu benda tadi terjadi karena kesalhan debitur, maka kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu menurut pilihannya, apabila musnahnya salah satu benda atau kedua benda itu karena kesalahan debitur (pasal 1276 KUH Perdata). Prinsip dasar di atas ini berlaku, baik jika ada lebih dari dua benda terdapat dalam perikatan maupun jika perikatan bertujuan melakukan suatu perbuatan (pasal 1277 KUH perdata). Melakukan perbuatan, misalnya dalam perikatan mengerjakan bangunan dan melakukan pengangkutan barang. Disini debitur boleh memilih mengerjakan bangunan atau melakukan pengangkutan barang ke lokasi bangunan.

Selain dari perikatan manasuka (alternatif), ada lagi yang disebut perikatan fakultatif, yaitu perikatan dengan mana debitur wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek saja. Apabila debitur tidak memenuhi prstasi itu, ia dapat menganti dengan prestasi lain. Misalnya A berjanji kepada B untuk meminjamkan kendaraannya guna melaksankan penelitian. Jika A tidak mungkin meminjamkan kendaraannya karena rusak, ia dapat menganti dengan sejumlah uang biaya transportasi penelitian itu. Perbedaan antara perikatan alternatif dengan perikatan fakultatif adalah sebagai berikut :
1.     Pada perikatan alternatif ada dua benda yang sejajar dan debitur harus menyerahkan salah satu dari dua benda itu. Sedangkan pada perikatan fakultatif hanya satu benda saja yang menjadi prestasi.
2.     Pada perikatan alternatif jika benda yanmg satu hilang, benda yang lain menjadi penggantinya. Sedangkan pada perikatan fakultatif jika bendanya binasa. perutangan menjadi lenyap.

Adalagi yang disebut perikatan generik, yang objeknya dutentukan oleh jenisnya, misalnya beras Cianjur, Kuda Nil. Perbedaannya dengan perikatan alternatif ialah jika periktan generik objeknya ditentukan oleh jenisnya yang homogin. Sedangkan pada perikatan alternatif objeknya ditentukan oleh jenisnya yany tidak homogen. Keberatan perikatan generik ialah debitur tidak perlu memberikan benda prestasi itu yang terbaik, tetapi tidak juga yang terburuk (pasal 969 KUH Perdata). Benda yang menjadi objek perikatan generik itu cukuplah jika sekurang-kurangnya dapat ditentukan (perhatikan pasal 1333 KUH Perdata.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk perusahaan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007.
J.Satrio, Hukum perikatan, Bandung, PT. Alumni, 1999
R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2002
Salim H.S. Hukum Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2006.
Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2009
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata