Pengertian PPh Pasal 25
PPh pasal 25 adalah Ketentuan yang mengatur tentang penghitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan.
Bila kita kutip pengertian PPh pasal 25 adalah seperti yang tertulis dalam
Pasal 25 UU PPh (UU No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No.7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan) :
“Besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a.
Pajak
Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23
serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b.
Pajak
Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.”
Pada dasarnya, penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan
dalam SPT Tahunan, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka
penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar
semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Dengan cara seperti
itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui
ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan
sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran
pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Cara Penghitungan PPh pasal 25
cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Jadi, kita mengasumsikan
bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu
saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak
sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai
kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan
PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini
dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang
telah dilakukan.
Untuk PPh pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak Pajak
Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.
Kewajiban Pajak Bagi WPOP Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan
bebas
1. WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari
satu pemberi kerja
Wajib Pajak Orang
Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (berstatus
sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada satu pemberi kerja tidak memiliki
kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/
diperoleh sehubungan dengan pekerjaan. WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki
kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan
Pajak setiap bulan.
Perusahaan tempat
wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki kewajiban untuk memotong pajak
atas penghasilan sehubungan pekerjaan yang dibayarkan/terutang kepada
karyawannya setiap bulan dan menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya
ke kantor pelayanan pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih setelah
dipotong pajak penghasilan. Pajak yang terutang atas Penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh Pasal 21. Untuk cara penghitungan PPh pasal 21 dapat dilihat tutorialnya di Perhitungan PPh Pasal 21
Kewajiban yang harus
dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai karyawan adalah menyampaikan laporan
tahunan (menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah
disediakan. (Form 1770-S). Apabila wajib pajak orang pribadi ini tidak menerima/memperoleh
penghasilan lain selain dari penghasilan yang diperoleh dari satu pemberi
kerja, maka pada saat menyampaikan SPT Tahunan tidak akan terdapat PPh yang
kurang dibayar
2. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang
bukan obyek PPh Final
Bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP
Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja, baik
karena bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan
lain selain dari pekerjaan dan penghasilan lain tsb bukan merupakan obyek PPh
final, maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki
kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh pasal 25 setiap bulan.
Besarnya PPh Pasal
25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung berdasarkan PPh yang terutang
dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya setelah dikurangi dengan pemotongan yang
dilakukan pihak lain yang dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas). Jatuh
tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya. Jika jatuh
tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya. Pembayaran Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke
kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya. Apabila jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian
SPT Masa PPh pasal 25 harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Contoh kasus Perhitungan PPh pasal 25
Trio Setiawan seorang supervisor
perusahaan textile, namun pada hari Sabtu dan Minggu juga berprofesi sebagai
marketing property. Pada SPT tahunan 2007 menunjukkan data bahwa PPh terutang
adalah sebesar Rp15.000.000, sementara pajak yang telah dibayarkan selama tahun
2007 (PPh pasal 21,22,23 dan 24) adalah sebesar Rp.11.500.000. Maka besarnya
PPh pasal 25 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
PPh terutang berdasar SPT tahunan 2007 = 15.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 = 11.500.000
Selisih : 15.000.000 – 11.500.000 = 3.500.000
PPh Pasal 25 tahun 2008/bulan= 3.500.000 :
12 = 291.667
Ok. diaturi gan. thanks atas kunjungannya
BalasHapustq gan, atas pencerahan materinya
BalasHapusok, sm2
BalasHapus