PROSEDUR ARBITRASE BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA
Pasal
1
Kesepakatan
Arbitrase
Apabila para pihak dalam
suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat membawa sengketa
yang timbul diantara mereka sehubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis
yang bersangkutan ke arbitrase di hadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(“BANI”), atau menggunakan Peraturan Prosedur BANI, maka sengketa tersebut
diselesaikan dibawah penyelenggaraan BANI berdasarkan Peraturan tersebut,
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara
tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan BANI. Penyelesaian
sengketa secara damai melalui Arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para
pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan non-konfrontatif.
Pasal
2
Prosedur
yang berlaku
Peraturan Prosedur
ini berlaku terhadap arbitrase yang diselenggarakan oleh BANI. Dengan
menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur
BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa
tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui
Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan
akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase berdasarkan
Peraturan Prosedur BANI.
BAB
II
Ketentuan-ketentuan
Umum
Pasal
3
Definisi
Kecuali secara khusus
ditentukan lain, maka istilah-istilah di bawah ini berarti:
a.
“Majelis Arbitrase BANI” atau
“Majelis”, baik dalam huruf besar atau huruf kecil, adalah Majelis yang
dibentuk menurut Prosedur BANI dan terdiri dari satu atau tiga atau
lebih arbiter
b.
“Putusan”, baik dalam huruf besar atau
huruf kecil, adalah setiap putusan yang ditetapkan oleh Majelis
Arbitrase BANI, baik putusan sela ataupun putusan akhir/final dan
mengikat;
c.
“BANI” adalah Lembaga Badan Arbitrase
Nasional Indonesia.
d.
“Dewan” adalah Badan Pengurus BANI;
e.
“Ketua” adalah Ketua Badan Pengurus
BANI, kecuali dan apabila jelas dinyatakan bahwa yang dimaksud adalah Ketua
Majelis Arbitrase. Ketua BANI dapat menunjuk Wakil Ketua atau Anggota
Badan Pengurus yang lain untuk melaksanakan tugas-tugas Ketua sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Prosedur ini, termasuk dalam hal tertentu untuk
menunjuk satu atau lebih arbiter, dalam hal mana rujukan kepada Ketua dalam
Peraturan ini berlaku pula terhadap Wakil Ketua atau Anggota Badan Pengurus
yang lain yang ditunjuk tersebut.
f.
“Pemohon” berarti dan menunjuk pada
satu atau lebih pemohon atau para pihak yang mengajukan permohonan arbitrase;
g.
“Undang-Undang” berarti dan menunjuk
pada Undang-undang Republik Indonesia No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa;
h.
“Termohon” berarti dan menunjuk pada
satu atau lebih Termohon atau para pihak terhadap siapa permohonan arbitrase
ditujukan;
i.
“Para Pihak” berarti Pemohon dan
Termohon;
j.
“Peraturan Prosedur” berarti dan
menunjuk pada ketentuan-ketentuan Peraturan Prosedur BANI yang berlaku pada
saat dimulainya penyelenggaraan arbitrase, dengan mengindahkan
adanya kesepakatan tertentu yang mungkin dibuat para pihak yang
bersangkutan yang satu dan lain dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1;
k.
“Sekretariat” berarti dan menunjuk pada
organ administratif BANI yang bertanggung jawab dalam hal pendaftaran
permohonan arbitrase dan hal-hal lain yang bersifat administratif dalam rangka
penyelenggaraan arbitrase;
l.
"Sekretaris Majelis”
berarti dan menunjuk pada sekretaris majelis yang ditunjuk oleh BANI untuk
membantu administrasi penyelenggaraan arbitrase bersangkutan; dan
m.
“Tulisan”, baik dibuat dalam huruf
besar atau huruf kecil, adalah dokumen-dokumen yang ditulis atau
dicetak di atas kertas, tetapi juga dokumen-dokumen yang dibuat dan/atau
dikirimkan secara elektronis, yang meliputi tidak saja perjanjian-perjanjian
tetapi juga pertukaran korespondensi, catatan-catatan rapat, telex, telefax,
e-mail dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya yang demikian; dan tidak boleh ada
perjanjian, dokumen korespondensi, surat pemberitahuan atau instrumen lainnya
yang dipersyaratkan untuk diwajibkan secara tertulis, ditolak secara hukum
dengan alasan bahwa hal-hal tersebut dibuat atau disampaikan secara elektronis.
Pasal
4
Pengajuan,
Pemberitahuan Tertulis dan Batas Waktu
1.
Pengajuan komunikasi tertulis dan
jumlah salinan.
Semua pengajuan komunikasi
tertulis yang akan disampaikan setiap pihak, bersamaan dengan setiap dan
seluruh dokumen lampirannya, harus diserahkan kepada Sekretariat BANI
untuk didaftarkan dengan jumlah salinan yang cukup untuk memungkinkan BANI
memberikan satu salinan kepada masing-masing pihak, arbiter yang bersangkutan
dan untuk disimpan di Sekretariat BANI. Untuk maksud tersebut, para pihak
dan/atau kuasa hukumnya harus menjamin bahwa BANI pada setiap waktu memiliki
alamat terakhir dan nomor telepon, faksimili, e-mail yang bersangkutan untuk
komunikasi yang diperlukan. Setiap komunikasi yang dikirim langsung oleh
Majelis kepada para pihak haruslah disertai salinannya kepada Sekretariat dan
setiap komunikasi yang dikirim para pihak kepada Majelis harus disertai
salinannya kepada pihak lainnya dan Sekretariat.
2.
Komunikasi dengan Majelis.
Apabila Majelis Arbitrase telah
dibentuk, setiap pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan satu atau lebih
arbiter dengan cara bagaimanapun sehubungan dengan permohonan arbitrase yang
bersangkutan kecuali: (i) dihadiri juga oleh atau disertai pihak lainnya
dalam hal berlangsung komunikasi lisan; (ii) disertai suatu salinan yang secara
bersamaan dikirimkan ke para pihak atau pihak-pihak lainnya dan kepada
Sekretariat (dalam hal komunikasi tertulis).
3.
Pemberitahuan
Setiap pemberitahuan yang perlu
disampaikan berdasarkan Peraturan Prosedur ini, kecuali Majelis
menginstruksikan lain, harus disampaikan langsung, melalui kurir,
faksimili atau e-mail dan dianggap berlaku pada tanggal diterima atau apabila
tanggal penerimaan tidak dapat ditentukan, pada hari setelah penyampaian
dimaksud.
4.
Perhitungan Waktu.
Jangka waktu yang ditentukan
berdasarkan Peraturan Prosedur ini atau perjanjian arbitrase yang bersangkutan,
dimulai pada hari setelah tanggal dimana pemberitahuan atau komunikasi dianggap
berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Prosedur Pasal 4 ayat (3) di
atas. Apabila tanggal berakhirnya suatu pemberitahuan atas batas waktu jatuh
pada hari Minggu atau hari libur nasional di Indonesia, maka batas waktu
tersebut berakhir pada hari kerja berikutnya setelah hari Minggu atau hari libur
tersebut.
5.
Hari-hari Kalender.
Penunjukan pada angka-angka dari
hari-hari dalam Peraturan Prosedur ini menunjuk kepada hari-hari dalam
kalender.
6.
Penyelesaian cepat.
Dengan mengajukan penyelesaian
sengketa kepada BANI sesuai Peraturan Prosedur ini maka semua pihak sepakat
bahwa sengketa tersebut harus diselesaikan dengan itikad baik secepat mungkin
dan bahwa tidak akan ditunda atau adanya langkah-langkah lain yang dapat menghambat
proses arbitrase yang lancar dan adil.
7.
Batas Waktu Pemeriksaan Perkara.
Kecuali secara tegas disepakati para
pihak, pemeriksaan perkara akan diselesaikan dalam waktu paling lama 180
(seratus delapan puluh) hari sejak tanggal Majelis selengkapnya terbentuk.
Dalam keadaan-keadaan khusus dimana sengketa bersifat sangat kompleks, Majelis
berhak memperpanjang batas waktu melalui pemberitahuan kepada para pihak.
Pasal
5
Perwakilan
Para Pihak
1.
Para Pihak dapat diwakili dalam
penyelesaian sengketa oleh seseorang atau orang-orang yang mereka pilih. Dalam
pengajuan pertama, yaitu dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan demikian
pula dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut,
masing-masing pihak harus mencantumkan nama, data alamat dan
keterangan-keterangan serta kedudukan setiap orang yang mewakili pihak
bersengketa dan harus disertai surat kuasa khusus asli bermaterai cukup serta
dibuat salinan yang cukup sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) di
atas yang memberikan hak kepada orang tersebut untuk mewakili pihak dimaksud.
2.
Namun demikian, apabila suatu pihak
diwakili oleh penasehat asing atau penasehat hukum asing dalam suatu
perkara arbitrase mengenai sengketa yang tunduk kepada hukum Indonesia, maka
penasehat asing atau penasehat hukum asing dapat hadir hanya apabila
didampingi penasehat atau penasehat hukum Indonesia.
BAB
III
Dimulainya
Arbitrase
Pasal
6
Permohonan
Arbitrase
1.
Prosedur arbitrase dimulai dengan
pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses
arbitrase (“Pemohon”) pada Sekretariat BANI.
2.
Penunjukan Arbiter
Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon
dan dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat
menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua
BANI.
3.
Biaya-biaya
Permohonan Arbitrase harus disertai
pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan
ketentuan BANI.
Biaya administrasi meliputi biaya
administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta
biaya Sekretaris Majelis.
Apabila pihak ketiga diluar
perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam proses
penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh pasal 30
Undang-undang No. 30/1999, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk
membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan
keikutsertaannya tersebut.
4.
Pemeriksaan perkara arbitrase tidak
akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai
ketentuan BANI.
Pasal
7
Pendaftaran
1.
Setelah menerima Permohonan
Arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan,
Sekretariat harus mendaftarkan Permohonan itu dalam register BANI.
2.
Badan Pengurus BANI akan memeriksa
Permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul
arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk
memeriksa sengketa tersebut.
Pasal
8
Tanggapan
Termohon
1.
Apabila Badan Pengurus BANI
menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, maka setelah pendaftaran Permohonan
tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk
membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut.
2.
Sekretariat harus menyampaikan satu
salinan Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon,
dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari.
3.
Tanggapan
Dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari setelah menerima penyampaian Permohonan Arbitrase, Termohon
wajib menyampaikan Jawaban. Dalam Jawaban itu, Termohon dapat menunjuk
seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila,
dalam Jawaban tersebut, Termohon tidak menunjuk seorang Arbiter, maka dianggap
bahwa penunjukan mutlak telah diserahkan kepada Ketua BANI.
4.
Perpanjangan Waktu
Ketua BANI berwenang, atas
permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan Jawaban dan atau penunjukan
arbiter oleh Termohon dengan alasan-alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa
perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.
BAB
IV
Majelis
Arbitrase
Pasal
9
Yang
berhak menjadi Arbiter
1.
Majelis Arbitrase
Kecuali dalam keadaan-keadaan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) di bawah ini, hanya mereka yang
diakui termasuk dalam daftar arbiter yang disediakan oleh BANI dan/atau
memiliki sertifikat ADR/Arbitrase yang diakui oleh BANI dapat bertindak
selaku arbiter berdasarkan Peraturan Prosedur ini yang dapat dipilih oleh para
pihak.
Daftar arbiter BANI tersebut terdiri
dari para arbiter yang memenuhi syarat yang tinggal di Indonesia dan diberbagai
yurisdiksi di seluruh dunia, baik pakar hukum maupun praktisi dan pakar non
hukum seperti para ahli teknik, para arsitek dan orang-orang lain yang memenuhi
syarat. Daftar arbiter tersebut dari waktu ke waktu dapat ditinjau
kembali, ditambah atau diubah oleh Badan Pengurus.
2.
Arbiter Luar
Dalam hal para pihak, memerlukan
arbiter yang memiliki suatu keahlian khusus yang diperlukan dalam
memeriksa suatu perkara arbitrase yang diajukan ke BANI, permohonan dapat
diajukan kepada Ketua BANI guna menunjuk seorang arbiter yang tidak terdaftar
dalam daftar arbiter BANI dengan ketentuan bahwa arbiter yang bersangkutan
memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ayat 1 diatas dan ayat 3 dibawah
ini. Setiap permohonan harus dengan jelas menyatakan alasan diperlukannya
arbiter luar dengan disertai data riwayat hidup lengkap dari arbiter yang
diusulkan. Apabila Ketua BANI menganggap bahwa tidak ada arbiter dalam daftar
arbiter BANI dengan kualifikasi profesional yang dibutuhkan itu sedangkan
arbiter yang dimohonkan memiliki kualifikasi dimaksud memenuhi syarat, netral
dan tepat, maka Ketua BANI dapat, berdasarkan pertimbangannya sendiri
menyetujui penunjukan arbiter tersebut.
Apabila Ketua BANI tidak menyetujui
penunjukan arbiter luar tersebut, Ketua harus merekomendasikan, atau menunjuk,
dengan pilihannya sendiri, arbiter alternatif yang dipilih dari daftar arbiter
BANI atau seorang pakar yang memenuhi syarat dalam bidang yang
diperlukan namun tidak terdaftar di dalam daftar arbiter BANI. Dewan
Pengurus dapat mempertimbangkan penunjukan seorang arbiter asing yang diakui
dengan ketentuan bahwa arbiter asing itu memenuhi persyaratan kualifikasi dan
bersedia mematuhi Peraturan Prosedur BANI, termasuk ketentuan mengenai biaya
arbiter, dimana pihak yang menunjuk berkewajiban memikul biaya-biaya yang
berhubungan dengan penunjukan arbiter asing tersebut.
3.
Kriteria-kriteria
Disamping memiliki sertifikat
ADR/Arbitrase yang diakui oleh BANI seperti dimaksud dalam ayat 1 diatas,
dan/atau persyaratan kualifikasi lainnya yang diakui oleh BANI semua arbiter
harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. berwenang
atau cakap melakukan tindakan-tindakan hukum;
b. sekurang-kurangnya
berusia 35 tahun;
c. tidak
memiliki hubungan keluarga berdasarkan keturunan atau perkawinan sampai dengan
keturunan ketiga, dengan setiap dari para pihak bersengketa;
d. tidak
memiliki kepentingan keuangan atau apa pun terhadap hasil penyelesaian
arbitrase;
e. berpengalaman
sekurang-kurangnya 15 tahun dan menguasai secara aktif bidang yang dihadapi;
f. tidak
sedang menjalani atau bertindak sebagai hakim, jaksa, panitera pengadilan, atau
pejabat pemerintah lainnya.
4.
Pernyataan Tidak Berpihak
Arbiter yang ditunjuk untuk
memeriksa sesuatu perkara sesuai ketentuan Peraturan Prosedur BANI wajib
menandatangani Pernyataan Tidak Berpihak yang disediakan oleh Sekretariat BANI.
5.
Hukum Indonesia.
Apabila menurut perjanjian arbitrase
penunjukan arbiter diatur menurut hukum Indonesia, sekurang-kurangnya seorang
arbiter, sebaiknya namun tidak diwajibkan, adalah seorang sarjana atau praktisi
hukum yang mengetahui dengan baik hukum Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia.
Pasal
10
Susunan
Majelis
1.
Arbiter Tunggal
Apabila Majelis akan terdiri dari
hanya seorang arbiter, Pemohon dapat, dalam Permohonan Arbitrase, mengusulkan
kepada Ketua, seorang atau lebih yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan
menjadi arbiter tunggal. Apabila Termohon setuju dengan salah satu calon yang
diajukan Pemohon, dengan persetujuan Ketua, orang tersebut dapat ditunjuk
sebagai arbiter tunggal. Namun apabila tidak ada calon yang diusulkan Pemohon
yang diterima Termohon, dengan kekecualian kedua pihak sepakat mengenai suatu
Majelis yang terdiri dari tiga arbiter, Ketua BANI wajib segera menunjuk orang
yang akan bertindak sebagi arbiter tunggal, penunjukan mana tidak dapat ditolak
atau diajukan keberatan oleh masing-masing pihak kecuali atas dasar
alasan yang cukup bahwa orang tersebut dianggap tidak independen atau berpihak.
Apabila para pihak tidak setuju dengan arbiter tunggal, dan/atau Ketua
menganggap sengketa yang bersangkutan bersifat kompleks dan/atau skala
dari sengketa bersangkutan ataupun nilai tuntutan yang disengketakan
sedemikian rupa besarnya atau sifatnya sehingga sangat memerlukan suatu
Majelis yang terdiri dari tiga arbiter, maka Ketua memberitahukan hal tersebut
kepada para pihak dan diberi waktu 7 (tujuh) hari kepada mereka untuk
masing-masing menunjuk seorang arbiter yang dipilihnya dan apabila tidak
dipenuhi maka ketentuan Pasal 10 ayat (3) dibawah ini akan berlaku.
2.
Kelalaian Penunjukan
Dalam setiap hal dimana
masing-masing pihak tidak dapat mengangkat atau menunjuk seorang arbiter dalam
batas waktu yang telah ditentukan, maka dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
pemberitahuan atau permohonan untuk menunjuk arbiter, dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 8 ayat (3), Ketua berwenang menunjuk atas
nama pihak bersangkutan.
3.
Dalam hal Tiga Arbiter
Apabila Majelis terdiri dari tiga
arbiter, dalam hal para pihak telah menunjuk arbiter mereka masing-masing, maka
Ketua BANI menunjuk seorang arbiter yang akan mengetuai Majelis.
Penunjukan arbiter yang akan
mengetuai Majelis itu dilakukan dengan mengindahkan usul-usul dari para arbiter
masing-masing pihak, untuk itu arbiter yang ditunjuk oleh para pihak
masing-masing dapat mengajukan calon yang dipilihnya dari daftar para arbiter
BANI.
4.
Jika Jumlah Tidak Ditentukan
Apabila para pihak tidak sepakat
sebelumnya tentang jumlah arbiter (misalnya satu atau tiga arbiter), Ketua
berhak memutuskan, berdasarkan sifat, kompleksitas dan skala dari sengketa
bersangkutan, apakah perkara yang bersangkutan memerlukan satu atau tiga
arbiter dan, dalam hal demikian, maka ketentuan-ketentuan pada ayat-ayat
terdahulu Pasal 10 ini berlaku.
5.
Banyak Pihak
Dalam hal terdapat lebih dari pada
dua pihak dalam sengketa, maka semua pihak yang bertindak sebagai Pemohon
(para pemohon) harus dianggap sebagai satu pihak tunggal dalam hal penunjukan
arbiter, dan semua pihak yang dituntut harus dianggap sebagai satu Termohon
tunggal dalam hal yang sama. Dalam hal pihak-pihak tersebut tidak setuju dengan
penunjukan seorang arbiter dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka
pilihan mereka terhadap seorang arbiter harus dianggap telah diserahkan kepada
Ketua BANI yang akan memilih atas nama pihak-pihak tersebut. Dalam
keadaan-keadaan khusus, apabila diminta oleh suatu mayoritas pihak-pihak
bersengketa, ketua dapat menyetujui dibentuknya suatu Majelis yang terdiri
lebih daripada 3 arbiter. Pihak-pihak lain dapat bergabung dalam suatu
perkara arbitrase hanya sepanjang diperkenankan berdasarkan ketentuan Pasal 30
Undang-Undang No.30/1999.
6.
Kewenangan Ketua BANI
Keputusan atau persetujuan akhir
mengenai penunjukan semua arbiter berada ditangan Ketua BANI. Dalam memberikan
persetujuan, Ketua dapat meminta keterangan tambahan sehubungan dengan kemandirian,
netralitas dan/atau kriteria para arbiter yang diusulkan. Ketua juga dapat
mempertimbangkan kewarganegaraan arbiter yang diusulkan sehubungan dengan
kewarganegaraan para pihak yang bersengketa dengan memperhatikan
syarat-syarat baku yang berlaku di BANI.
Ketua harus mengupayakan bahwa
keputusan sehubungan dengan penunjukan arbiter diambil atau disetujui dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hal tersebut diajukan kepadanya.
7.
Penerimaan Para Arbiter
Seorang calon arbiter, dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditunjuk, harus menyampaikan kepada BANI
riwayat hidup/pekerjaannya dan suatu pernyataan tertulis tentang kesediaan
bertindak sebagai arbiter. Apabila diperlukan, arbiter yang ditunjuk harus
menerangkan setiap keadaan yang mungkin dapat menjadikan dirinya diragukan
sehubungan dengan netralitas atau kemandiriannya.
Pasal
11
Pengingkaran/Penolakan
Terhadap seorang . ..Arbiter
1.
Pengingkaran
Setiap arbiter dapat diingkari
apabila terdapat suatu keadaan tertentu yang menimbulkan keraguan terhadap
netralitas dan/atau kemandirian arbiter tersebut. Pihak yang ingin mengajukan
pengingkaran harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada BANI dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan identitas arbiter
tersebut, dengan melampirkan dokumen-dokumen pembuktian yang
mendasari pengingkaran tersebut. Atau, apabila keterangan yang menjadi dasar
juga diketahui pihak lawan, maka pengingkaran tersebut harus diajukan dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah keterangan tersebut diketahui
pihak lawan.
2.
Penggantian
BANI wajib meneliti bukti-bukti
tersebut melalui suatu tim khusus dan menyampaikan hasilnya kepada
arbiter yang diingkari dan pihak lain tentang pengingkaran tersebut. Apabila
arbiter yang diingkari setuju untuk mundur, atau pihak lain menerima
pengingkaran tersebut, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk dengan cara
yang sama dengan penunjukan arbiter yang mengundurkan diri, berdasarkan
ketentuan-ketentuan pasal 10 di atas. Atau jika sebaliknya, BANI dapat, namun
tidak diharuskan, menyetujui pengingkaran tersebut, Ketua BANI harus menunjuk
arbiter pengganti.
3.
Kegagalan Pengingkaran
Apabila pihak lain atau arbiter
tidak menerima pengingkaran itu, dan Ketua BANI juga menganggap bahwa
pengingkaran tersebut tidak berdasar, maka arbiter yang diingkari harus melanjutkan
tugasnya sebagai arbiter.
4.
Pengingkaran Pihak Yang
Menunjuk
Suatu pihak dapat membantah arbiter
yang telah ditunjuknya atas dasar bahwa ia baru mengetahui atau memperoleh
alasan-alasan untuk pengingkaran setelah penunjukan dilakukan.
Pasal
12
Penggantian
Seorang Arbiter
1.
Kematian atau Cacat
Dalam hal seorang arbiter meninggal
dunia atau tidak mampu secara tegas untuk melakukan tugasnya, selama jalannya
proses pemeriksaan arbitrase, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk
berdasarkan ketentuan yang sama menurut Pasal 10 seperti halnya yang berlaku
terhadap penunjukan atau pemilihan arbiter yang diganti.
2.
Pengunduran diri Arbiter
Calon atau arbiter yang mempunyai
pertentangan kepentingan (conflict of interest) dengan perkara atau para pihak
yang bersengketa wajib untuk mengundurkan diri.
Sebaliknya apabila Majelis telah
terbentuk maka tidak seorang pun arbiter boleh mengundurkan diri dari
kedudukannya kecuali terjadi pengingkaran terhadap dirinya sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Prosedur ini dan peraturan
perundang-undangan.
3.
Kelalaian Bertindak
Dalam hal seorang arbiter lalai
dalam melakukan tugasnya, baik secara de jure atau de facto, satu dan lain atas
pertimbangan Ketua BANI sehingga tidak mungkin bagi dirinya menjalankan
fungsinya, sebagaimana ditentukan Ketua, maka prosedur sehubungan dengan
pengingkaran dan penggantian seorang arbiter sesuai ketentuan-ketentuan dalam
Pasal 11 berlaku.
4.
Pengulangan Pemeriksaan
Apabila berdasarkan Pasal 11, 12
(1), atau 12 (3), seorang arbiter tunggal diganti maka pemeriksaan perkara,
termasuk sidang-sidang yang telah diselenggarakan sebelumnya harus diulang.
Apabila Ketua Majelis diganti, setiap sidang kesaksian sebelumnya dapat diulang
apabila dianggap perlu oleh para arbiter lainnya. Apabila seorang arbiter dalam
Majelis diganti, maka para arbiter lainnya harus memberikan penjelasan kepada
arbiter yang baru ditunjuk dan sidang-sidang sebelumnya tidak perlu diulang
kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dimana, Majelis menurut pertimbangannya
sendiri menganggap perlu berdasarkan alasan-alasan keadilan. Apabila terjadi
pengulangan sidang-sidang berdasarkan alasan-alasan diatas, Majelis
dapat mempertimbangkan perpanjangan waktu pemeriksaan perkara seperti yang
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7).
BAB
V
Pemeriksaan
Arbitrase
Pasal
13
Ketentuan-ketentuan
Umum/Persidangan
1.
Kewenangan Majelis
Setelah terbentuk atau ditunjuk
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Bab III diatas, Majelis Arbitrase akan
memeriksa dan memutus sengketa antara para pihak atas nama BANI dan karenanya
dapat melaksanakan segala kewenangan yang dimiliki BANI sehubungan dengan pemeriksaan
dan pengambilan keputusan-keputusan atas sengketa dimaksud. Sebelum dan selama
masa persidangan Majelis dapat mengusahakan adanya perdamaian di antara para
pihak. Upaya perdamaian tersebut tidak mempengaruhi batas waktu pemeriksaan di
persidangan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7).
2.
Kerahasiaan
Seluruh persidangan dilakukan
tertutup untuk umum, dan segala hal yang berkaitan dengan penunjukan arbiter,
termasuk dokumen-dokumen, laporan/catatan sidang-sidang,
keterangan-keterangan saksi dan putusan-putusan, harus dijaga kerahasiaannya
diantara para pihak, para arbiter dan BANI, kecuali oleh peraturan perundang-undangan
hal tersebut tidak diperlukan atau disetujui oleh semua pihak yang bersengketa.
3.
Dasar Keadilan
Sesuai ketentuan Peraturan Prosedur
ini dan hukum yang berlaku, Majelis Arbitrase dapat menyelenggarakan arbitrase
dengan cara yang dapat dianggap benar dengan ketentuan para pihak diperlakukan
dengan persamaan hak dan diberi kesempatan yang patut dan sama pada setiap
tahap pemeriksaan perkara.
4.
Tempat Sidang
Persidangan, diselenggarakan di
tempat yang ditetapkan oleh BANI dan kesepakatan para pihak, namun dapat pula
di tempat lain jika dianggap perlu oleh Majelis dengan kesepakatan para pihak.
Majelis Arbitrase dapat meminta diadakan rapat-rapat untuk memeriksa,
asset-asset, barang-barang lain atau dokumen-dokumen pada setiap waktu dan di
tempat yang diperlukan, dengan pemberitahuan seperlunya kepada para pihak, guna
memungkinkan mereka dapat ikut hadir dalam pemeriksaan tersebut. Rapat-rapat
internal dan sidang-sidang Majelis dapat diadakan pada setiap waktu dan tempat,
termasuk melalui jaringan internet, apabila Majelis menganggap perlu.
Pasal
14
Bahasa
1.
Bahasa Pemeriksaan
Dalam hal para pihak tidak
menyatakan sebaliknya, proses pemeriksaan perkara diselenggarakan dalam
bahasa Indonesia, kecuali dan apabila Majelis, dengan menimbang keadaan
(seperti adanya pihak-pihak asing dan/atau arbiter-arbiter asing yang tidak
dapat berbahasa Indonesia, dan/atau dimana transaksi yang menimbulkan sengketa
dilaksanakan dalam bahasa lain), menganggap perlu digunakannya bahasa Inggris
atau bahasa lainnya.
2.
Bahasa Dokumen
Apabila dokumen asli yang diajukan
atau dijadikan dasar oleh para pihak dalam pengajuan kasus yang bersangkutan
dalam bahasa selain Indonesia, maka Majelis berhak untuk menentukan
dokumen-dokumen asli tersebut apakah harus disertai terjemahan dalam bahasa
Indonesia, atau dari bahasa Indonesia ke bahasa lain. Namun demikian, apabila
para pihak setuju, atau Majelis menentukan, bahwa bahasa yang digunakan dalam
perkara adalah bahasa selain bahasa Indonesia, maka Majelis dapat meminta agar
dokumen-dokumen diajukan dalam bahasa Indonesia dengan disertai terjemahan
dari penerjemah tersumpah dalam bahasa Inggris atau bahasa lain yang
digunakan.
3.
Penerjemah
Apabila Majelis dan/atau
masing-masing pihak memerlukan bantuan penerjemah selama persidangan, hal
tersebut harus disediakan oleh BANI atas permintaan Majelis, dan biaya
pener-jemah harus ditanggung oleh para pihak yang berperkara sesuai yang
ditetapkan oleh Majelis.
4.
Bahasa Putusan
Putusan harus dibuat dalam bahasa
Indonesia, dan apabila diminta oleh suatu pihak atau sebaliknya dianggap perlu
oleh Majelis, dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya. Dalam hal bahwa naskah
asli Putusan dibuat dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya, suatu terjemahan
resmi harus disediakan oleh BANI untuk maksud-maksud pendaftaran, dan biaya
untuk itu harus ditanggung oleh para pihak berdasarkan penetapan Majelis
Pasal
15
Hukum
Yang Berlaku
1.
Hukum Yang Mengatur
Hukum yang mengatur materi sengketa
adalah hukum yang dipilih dalam perjanjian komersial bersangkutan yang
menimbulkan sengketa antara para pihak. Dalam hal oleh para pihak dalam
perjanjian tidak ditetapkan tentang hukum yang mengatur, para pihak bebas
memilih hukum yang berlaku berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam hal
kesepakatan itu tidak ada, Majelis berhak menerapkan ketentuan-ketentuan hukum
yang dianggap perlu, dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan yang menyangkut
permasalahannya.
2.
Ketentuan-ketentuan Kontrak
Dalam menerapkan hukum yang berlaku,
Majelis harus mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian serta
praktek dan kebiasaan yang relevan dalam kegiatan bisnis yang bersangkutan.
3.
Ex Aequo et Bono
Majelis dapat menerapkan kewenangan
yang bersifat amicable compositeur dan/atau memutuskan secara ex aequo et
bono, apabila para pihak telah menyatakan kesepakatan mengenai hal itu.
Pasal
16
Surat
Permohonan Arbitrase
1.
Pengajuan
Surat Permohonan Arbitrase, yang
berisi Tuntutan Pemohon yang disampaikan kepada BANI, oleh BANI, setelah
Majelis terbentuk, diteruskan kepada setiap anggota Majelis dan pihak lain
(para pihak).
2.
Syarat-syarat
Surat Permohonan Arbitrase harus
memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama
dan alamat para pihak;
b. Keterangan
tentang fakta-fakta yang mendukung Permohonan Arbitrase;
c. Butir-butir
permasalahannya; dan
d. Besarnya
tuntutan kompensasi yang dituntut.
3.
Dokumentasi
Pemohon harus melampirkan pada Surat
Permohonan tersebut suatu salinan perjanjian bersangkutan atau
perjanjian-perjanjian yang terkait sehubungan sengketa yang bersangkutan dan
suatu salinan perjanjian arbitrase (jika tidak termasuk dalam perjanjian
dimaksud), dan dapat pula melampirkan dokumen-dokumen lain yang oleh Pemohon
dianggap relevan. Apabila dokumen-dokumen tambahan atau bukti lain dimaksudkan
akan diajukan kemudian, Pemohon harus menegaskan hal itu dalam Surat
Permohonan tersebut.
Pasal
17
Surat
Jawaban Atas Tuntutan
1.
Pengajuan
Dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari Termohon harus mengajukan Surat Jawaban kepada BANI untuk
disampaikan kepada Majelis dan Pemohon.
2.
Syarat-syarat
Termohon harus, dalam Surat
Jawabannya, mengemukakan pendapatnya tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam
huruf (b) dan (c) Pasal 16 ayat (2) diatas. Termohon juga dapat melampirkan
dalam Surat Jawabannya, dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai dasar atau
menunjuk pada setiap dokumen-dokumen tambahan atau bukti lain yang akan
diajukan kemudian.
3.
Tuntutan Balik
a. Apabila
Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya
penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan yang bersangkutan
sebagai-mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik
(rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama dengan
Surat Jawaban atau selambat-lambatnya pada sidang pertama. Majelis berwenang,
atas permintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik (rekonvensi) atau
upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal kemudian apabila
Termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan sesuai
ketentuan-ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) dan Pasal 16 ayat (2) dan (3).
b. Atas
tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut dikenakan biaya
tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya adminsitrasi yang
dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang
ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya administrasi untuk
tuntutan balik (rekon-vensi) atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar
para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan
diperiksa, dipertimbangkan dan diputus secara bersama-sama dengan tuntutan
pokok.
c. Kelalaian
para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya administrasi
sehubungan dengan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak menghalangi
ataupun menunda kelanjutan penyelengga-raan arbitrase sehubungan dengan
tuntutan pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan
pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan
balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.
4.
Jawaban Tuntutan Balik
Dalam hal Termohon telah mengajukan
suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang
dalam hal itu menjadi Termohon), berhak dalam jangka waktu 30 hari atau jangka
waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan
balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut berdasarkan
ketentuan-ketentuan Pasal 17 ayat (2) diatas.
Pasal
18
Yurisdiksi
1.
Kompetensi Kompetensi
Majelis berhak menyatakan keberatan
atas pernyataan bahwa ia tidak berwenang, termasuk keberatan yang berhubungan
dengan adanya atau keabsahan perjanjian arbitrase jika terdapat alasan untuk
itu.
2.
Klausul Arbitrase Independen
Majelis berhak menentukan adanya
atau keabsahan suatu perjanjian di mana klausula arbitrase merupakan bagian.
Suatu klausula arbitrase yang menjadi bagian dari suatu perjanjian, harus
diperlakukan sebagai suatu perjanjian terpisah dari ketentuan-ketentuan lainnya
dalam perjanjian yang bersangkutan. Keputusan Majelis bahwa suatu kontrak batal
demi hukum tidak dengan sendirinya membatalkan validitas klausula
arbitrase.
3.
Batas Waktu Bantahan
Suatu dalih berupa bantahan bahwa
Majelis tidak berwenang harus dikemukakan sekurang-kurangnya dalam Surat
Jawaban atau, dalam hal tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya
penyelesaian dalam jawaban terhadap tuntutan balik (rekonvensi)
atau upaya penyelesaian tersebut.
4.
Putusan Sela
Dalam keadaan yang biasa, Majelis
akan menetapkan putusan yang menolak masalah yurisdiksi sebagai suatu Putusan
Sela. Namun, apabila dipandang perlu Majelis dapat melanjutkan proses arbitrase
dan memutuskan masalah tersebut dalam Putusan akhir.
Pasal
19
Dokumen-Dokumen
dan Penetapan-Penetapan
1.
Prosedur Persidangan
Setelah menerima berkas perkara,
Majelis harus menentukan, atas pertimbangan sendiri apakah sengketa dapat
diputuskan berdasarkan dokumen-dokumen saja, atau perlu memanggil para pihak
untuk datang pada persidangan. Untuk maksud tersebut Majelis dapat memanggil
untuk sidang pertama dimana mengenai pengajuan dokumen-dokumen jika ada
atau mengenai persidangan jika diadakan, ataupun mengenai masalah-masalah
prosedural, dapat dikomunikasikan dengan para pihak secara langsung ataupun
melalui Sekretariat BANI.
2.
Penetapan-penetapan prosedural.
Majelis, berdasarkan
ketentuan-ketentuan ini, berhak penuh menentukan prosedur dan membuat
penetapan-penetapan yang dianggap perlu, dimana penetapan-penetapan tersebut
mengikat para pihak. Apabila dipandang perlu, Majelis dapat membuat ikhtisar
masalah-masalah yang akan diputus (terms of reference) yang ditandatangani
Majelis dan para pihak. Setidak-tidaknya Sekretaris Majelis harus membuat
berita acara pemeriksaan dan penetapan-penetapan prosedural dari Majelis,
berita acara mana, setelah ditandatangani oleh Majelis, menjadi dokumen
pemeriksaan dan bahan bagi Majelis dalam proses pemeriksaan selanjutnya.
3.
Catatan
Dalam hal masing-masing pihak ingin
membuat suatu catatan sendiri mengenai pemeriksaan atau sebagian dari
pemeriksaan, atas persetujuan Majelis, pihak yang bersangkutan dapat meminta
jasa petugas pencatat atau sekretaris independen untuk hal tersebut yang akan
menyampaikan catatannya kepada Majelis untuk diteruskan kepada para pihak.
Biaya pembuatan catatan itu adalah atas tanggungan pihak atau pihak-pihak yang
meminta, dan biaya tersebut harus dibayar dimuka kepada BANI untuk dibayarkan
kemudian kepada petugas bersangkutan setelah menerima bukti penagihan.
4.
Biaya harus dibayar.
Pemeriksaan atas perkara dan atau
sidang tidak akan dilangsungkan sebelum seluruh biaya-biaya arbitrase,
sebagaimana diberitahukan oleh Sekretariat kepada para pihak berdasarkan
besarnya skala dari tuntutan dan daftar biaya yang dari waktu ke waktu
diumumkan oleh BANI, telah dibayar lunas oleh salah satu atau kedua belah
pihak.
5.
Putusan Sela
Majelis berhak menetapkan putusan
provisi atau putusan sela yang dianggap perlu sehubungan dengan penyelesaian
sengketa bersangkutan, termasuk untuk menetapkan suatu putusan tentang sita
jaminan, memerintahkan penyimpanan barang pada pihak ketiga, atau penjualan
barang-barang yang tidak akan tahan lama. Majelis berhak meminta jaminan atas
biaya-biaya yang berhubungan dengan tindakan-tindakan tersebut.
6.
Sanksi-sanksi
Majelis berhak menetapkan sanksi
atas pihak yang lalai atau menolak untuk menaati aturan tata-tertib yang
dibuatnya atau sebaliknya melakukan tindakan yang menghambat proses pemeriksaan
sengketa oleh Majelis.
Pasal
20
Upaya
Mencari Penyelesaian Damai
1.
Penyelesaian Damai
Majelis pertama-tama harus
mengupayakan agar para pihak mencari jalan penyelesaian damai, baik atas upaya
para pihak sendiri atau dengan bantuan mediator atau pihak ketiga lainnya yang
independen atau dengan bantuan Majelis jika disepakati oleh para pihak.
2.
Putusan Persetujuan Damai
Apabila suatu penyelesaian damai
dapat dicapai, Majelis akan menyiapkan suatu memorandum mengenai persetujuan
damai tersebut secara tertulis yang memiliki kekuatan hukum dan mengikat kedua
belah pihak serta dapat dilaksanakan dengan cara yang sama sebagai suatu Putusan
dari Majelis.
3.
Kegagalan Menyelesaikan
secara damai
Apabila tidak berhasil dicapai
penyelesaian damai, Majelis akan melanjutkan prosedur arbitrase sesuai
ketentuan dalam Peraturan ini.
Pasal
21
Kelalaian
Penyelesaian
1.
Kelalaian Pemohon
Dalam hal Pemohon lalai dan/atau
tidak datang pada sidang pertama yang diselenggarakan oleh Majelis tanpa
suatu alasan yang syah, maka Majelis dapat menyatakan Permohonan Arbitrase
batal.
2.
Kelalaian Termohon
Dalam hal Termohon lalai mengajukan
Surat Jawaban, Majelis harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada
Termohon dan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari untuk mengajukan Jawaban dan/atau
datang ke persidangan. Dalam hal Termohon juga tidak datang ke persidangan setelah
dipanggil secara patut dan juga tidak mengajukan Jawaban tertulis, Majelis
harus memberitahukan untuk kedua kalinya kepada Termohon agar datang atau
menyampaikan Jawaban. Apabila Termo-hon lalai menjawab untuk kedua kalinya
tanpa alasan yang sah, Majelis serta-merta dapat memutuskan dan
mengeluarkan putusan berdasarkan dokumen-dokumen dan bukti yang telah diajukan
Pemohon.
Pasal
22
Perubahan-perubahan
dan Pengajuan-pengajuan Selanjutnya
1.
Perubahan-perubahan
Apabila pengajuan-pengajuan
sebagaimana dimaksud diatas telah lengkap, dan apabila sidang pertama telah
dilangsungkan, para pihak tidak berhak mengubah tuntutan dan/atau jawaban
mereka sepanjang menyangkut materi perkara, kecuali Majelis dan para pihak
menyetujui perubahan tersebut. Namun demikian, tidak diperkenankan mengubah
tuntutan yang keluar dari lingkup perjanjian arbitrase.
2.
Pengajuan-pengajuan lebih lanjut
Majelis harus memutuskan tentang
bukti-bukti tambahan dan/atau keterangan tertulis tambahan, selain Surat
Permohonan Arbitrase yang merupakan surat tuntutan dan Surat Jawaban, yang
diperlukan dari para pihak atau diajukan para pihak, dimana Majelis harus
menetapkan jangka waktu untuk penyampaian hal-hal tersebut. Majelis tidak wajib
mempertimbangkan setiap pengajuan tambahan selain yang telah ditetapkannya.
Pasal
23
Bukti
dan Persidangan
1.
Beban Pembuktian
Setiap pihak wajib menjelaskan
posisi masing-masing, untuk mengajukan bukti yang menguatkan posisinya dan
untuk membuktikan fakta-fakta yang dijadikan dasar tuntutan atau jawaban.
2.
Ringkasan Bukti-bukti
Majelis dapat, apabila dianggap
perlu, meminta para pihak untuk memberikan penjelasan atau mengajukan
dokumen-dokumen yang dianggap perlu dan/atau untuk menyampaikan ringkasan
seluruh dokumen dan bukti lain yang telah dan/atau akan diajukan oleh pihak
tersebut guna mendukung fakta-fakta dalam Surat Permohonan Tuntutan atau Surat
Jawaban, dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Majelis.
3.
Bobot Pembuktian
Majelis harus menentukan apakah
bukti-bukti dapat diterima, relevan dan menyangkut materi
permasalahan dan memiliki kekuatan bukti.
4.
Saksi-saksi
Apabila Majelis menganggap perlu
dan/atau atas permintaan masing-masing pihak, saksi-saksi ahli atau saksi-saksi
yang berkaitan fakta-fakta dapat dipanggil. Saksi-saksi tersebut oleh Majelis dapat
diminta untuk memberikan kesaksian mereka dalam bentuk tertulis. Majelis dapat
menentukan, atas pertimbangannya sendiri atau atas permintaan masing-masing
pihak, apakah perlu mendengar kesaksian lisan saksi-saksi tersebut.
5.
Biaya Para Saksi
Pihak yang meminta pemanggilan
seorang saksi atau saksi ahli harus membayar dimuka seluruh ongkos yang
diperlukan berhubung dengan kehadiran saksi tersebut. Untuk maksud tersebut
Majelis dapat meminta agar terlebih dahulu disetorkan suatu deposit kepada BANI
6.
Sumpah
Sebelum memberikan kesaksian mereka,
para saksi atau saksi-saksi ahli tersebut dapat diminta untuk diambil sumpahnya
atau mengucapkan janji.
7.
Penutupan Persidangan
Jika pengajuan bukti, kesaksian dan
persidangan telah dianggap cukup oleh Majelis, maka persidangan mengenai
sengketa tersebut ditutup oleh Ketua Majelis yang kemudian dapat menetapkan
suatu sidang untuk penyampaian Putusan akhir.
Pasal
24
Pencabutan
Arbitrase
1.
Pencabutan
Sepanjang Majelis belum mengeluarkan
putusannya, Pemohon berhak mencabut tuntutannya melalui pemberitahuan tertulis
kepada Majelis, pihak lain dan BANI. Namun demikian apabila Termohon
telah mengajukan Surat Jawaban, dan/atau tuntutan balik (rekonvensi),
maka tuntutan hanya dapat dicabut kembali dengan persetujuan Termohon. Apabila
para pihak sepakat untuk mencabut tuntutan/perkara setelah sidang dimulai, maka
pencabutan tersebut dilakukan dengan penetapan putusan oleh Majelis.
2.
Pengembalian Pembayaran Biaya-biaya.
Dalam hal persidangan belum dimulai,
seluruh ongkos yang dibayar, kecuali biaya pendaftaran, dikembalikan kepada
Pemohon dimana dilakukan perhitungan dengan biaya-biaya administrasi
Sekretariat BANI yang telah dikeluarkan. Apabila persidangan atau rapat-rapat
musyawarah telah dimulai, maka biaya administrasi, termasuk ongkos-ongkos yang
menjadi hak para arbiter yang dianggap wajar oleh Ketua BANI, setelah
berkonsultasi dengan Majelis, akan diperhitungkan dalam pengembalian tersebut.
BAB
VI
Putusan
Pasal
25
Putusan
Akhir
Majelis wajib
menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 hari
terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis mempertimbangkan
bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya.
Pasal
26
Putusan-Putusan
Lain
Selain menetapkan
Putusan akhir, Majelis juga berhak menetapkan putusan-putusan pendahuluan, sela
atau Putusan-putusan parsial.
Pasal
27
Mayoritas
Apabila Majelis terdiri
dari tiga (atau lebih) arbiter, maka setiap putusan atau putusan lain dari
Majelis, harus ditetapkan berdasarkan suatu putusan mayoritas para arbiter.
Apabila terdapat perbedaan pendapat
dari arbiter mengenai bagian tertentu dari putusan, maka perbedaan
tersebut harus dicantumkan dalam Putusan.
Apabila diantara para arbiter tidak
terdapat kesepakatan mengenai putusan atau bagian dari putusan yang akan diambil,
maka putusan Ketua Majelis mengenai hal yang bersangkutan yang dianggap
berlaku.
Pasal
28
Penetapan-penetapan
Prosedural
Untuk hal-hal yang
bersifat prosedural, apabila tidak terdapat kesepakatan mayoritas, dan apabila
Majelis menguasakan untuk hal tersebut, Ketua Majelis dapat memutuskan atas
pertimbangan sendiri.
Pasal
29
Pertimbangan
Putusan
Putusan harus dibuat
tertulis dan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar Putusan
tersebut, kecuali para pihak setuju bahwa pertimbangan-pertimbangan itu tidak
perlu dicantumkan.
Putusan Majelis ditetapkan
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Pasal
30
Penandatanganan
Putusan
Putusan harus
ditandatangani para arbiter dan harus memuat tanggal dan tempat dikeluarkannya.
Apabila ada tiga Arbiter dan satu dari mereka tidak menandatangani, maka dalam
Putusan tersebut harus dinyatakan alasannya.
Pasal
31
Penyampaian
Dalam waktu 14 (empat
belas) hari, Putusan yang telah ditandatangani para arbiter tersebut harus
disampaikan kepada setiap pihak, bersama 2 (dua) lembar salinan untuk BANI,
dimana salah satu dari salinan itu akan didaftarkan oleh BANI di Pengadilan
Negeri yang bersangkutan.
Pasal
32
Final
dan Mengikat
Putusan bersifat final
dan mengikat para pihak. Para pihak menjamin akan langsung melaksanakan Putusan
tersebut.
Dalam Putusan tersebut, Majelis
menetapkan suatu batas waktu bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan Putusan
dimana dalam Putusan Majelis dapat menetapkan sanksi dan/atau denda dan/atau
tingkat bunga dalam jumlah yang wajar apabila pihak yang kalah lalai dalam
melaksanakan Putusan itu.
Pasal
33
Pendaftaran
Kerahasiaan proses
arbitrase tidak berarti mencegah pendaftaran Putusan pada Pengadilan Negeri
ataupun pengajuannya ke Pengadilan Negeri dimanapun dimana pihak yang menang
dapat meminta pelaksanaan dan/atau eksekusi Putusan tersebut.
Pasal
34
Pembetulan
Kesalahan-Kesalahan
Dalam waktu paling lama
14 (empat belas) hari setelah Putusan diterima, para pihak dapat mengajukan
permohonan ke BANI agar Majelis memperbaiki kesalahan-kesalahan administratif
yang mungkin terjadi dan/atau untuk menambah atau menghapus sesuatu apabila dalam
Putusan tersebut sesuatu tuntutan tidak disinggung.
Pasal
35
Daftar
Biaya
Biaya arbitrase
ditetapkan dalam suatu daftar terpisah dan terlampir pada Peraturan Prosedur
ini. Daftar tersebut dapat diperbaiki atau diubah dari waktu ke waktu apabila
dipandang perlu oleh BANI.
Pasal
36
Pembayaran
Biaya
BANI harus menagih
kepada setiap pihak setengah dari estimasi biaya arbitrase, dan memberikan
jangka waktu secepatnya untuk membayarnya. Apabila suatu pihak lalai membayar
bagiannya, maka jumlah yang sama harus dibayarkan oleh pihak lain yang kemudian
akan diperhitungkan dalam Putusan dengan kewajiban pihak yang lalai membayar
tersebut.
BANI atas permintaan Majelis yang
bersangkutan dapat meminta penambahan biaya dari waktu ke waktu selama
berlangsungnya arbitrase apabila Majelis menganggap bahwa perkara yang sedang
diperiksa atau besarnya tuntutan ternyata telah meningkat daripada yang semula
diperkirakan.
Pasal
37
Alokasi
Majelis berwenang
menentukan pihak mana yang harus bertanggung jawab untuk membayar, atau
melakukan pengembalian pembayaran kepada pihak lain, untuk seluruh atau
sebagian biaya-biaya itu, pembagian mana harus dicantumkan dalam Putusan.
Pada umumnya apabila salah satu
pihak sepenuhnya berhasil dalam tuntutannya maka pihak lawannya memikul
seluruh biaya dan apabila masing-masing pihak berhasil memperoleh sebagian dari
tuntutannya, biaya-biaya menjadi beban kedua belah pihak secara proporsional.
Pasal
38
Biaya-biaya
Jasa Hukum
Kecuali dalam
keadaan-keadaan khusus, biaya-biaya jasa hukum dari masing-masing pihak harus
ditanggung oleh pihak yang memakai jasa hukum tersebut dan biasanya tidak akan
diperhitungkan terhadap pihak lainnya. Namun apabila Majelis menentukan bahwa
suatu tuntutan menjadi rumit atau bahwa suatu pihak secara tidak sepatutnya
menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan dalam kemajuan
proses arbitrase, maka biaya jasa hukum dapat dilimpahkan kepada pihak yang
menimbulkan kesulitan tersebut.
Pasal
39
Biaya-biaya
Eksekusi
Biaya-biaya eksekusi
Putusan ditanggung oleh pihak yang kalah dan yang lalai untuk memenuhi
ketentun-ketentuan dalam Putusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar