Telkomsel
Pailit, Kok Bisa?
Pada
hari Jum’at tanggal 14 September 2012, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat membuat
putusan yang cukup mengejutkan, yaitu Telkomsel dinyatakan Pailit. Permohonan
pailit dengan nomor 48/Pailit/2012/ PN. Niaga.JKT. PST diajukan oleh PT Prima
Jaya Informatika. Majelis hakim dipimpin oleh Agus Iskandar dengan sidang yang
digelar di PN Jakpus pada hari Jum’at tanggal 14 September 2012 dalam amar
putusannya menyatakan PT Telkomsel Pailit dengan segala akibat hukumnya.
Perusahaan
raksasa telekomunikasi se-likuid Telkomsel
bisa pailit, padahal asset PT Telkomsel jauh melebihi kewajibannya, sekilas
tampak tidak mungkin bisa pailit. Kasus serupa pernah menimpa perusahaan
asuransi raksasa PT Prudential Life Assurance dan PT Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia, kedua perusahaan asuransi tersebut juga sangat likuid, walaupun pada akhirnya Mahkamah Agung membatalkan putusan
pailit kedua perusahaan asuransi tersebut.
Kasus
bermula dari perjanjian kerja sama antara PT Prima Jaya Informatika dengan
Telkomsel. Dalam kerja sama ini,Telkomsel berkewajiban menyediakan kartu
voucher isi ulang sebanyak Rp120 juta setiap tahun dengan nominal Rp25.000 dan
Rp50.000. Perjanjian tersebut telah ditandatangani untuk jangka waktu dua tahun
dari 2011 hingga 2013. Namun,pada Juni 2012 Telkomsel melakukan pemutusan
kontrak secara sepihak.
Ketika
itu pemohon mengajukan purchase order kepada Telkomsel untuk mengambil kartu.
Namun, purchase order tersebut ditolak Telkomsel dengan alasan belum mendapat
instruksi lebih lanjut dari pimpinan. Atas kejadian ini, PT Prima mengajukan
surat dan somasi, tetapi tidak memperoleh tanggapan. Atas dasar itu, PT Prima
mengajukan gugatan pailit pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. PT Prima memenuhi
syarat untuk pengajuan permohonan pailit. Telkomsel juga punya utang kepada
kreditor lain,yaitu kepada PT Extend Media. Padahal utang Telkomsel kepada PT
Prima Jaya Informatika hanya Rp. 5 miliar, ini tidak sebanding dengan profit
yang dihasilkan telkomsel yang bisa mencapai Rp.12 triliun setahun.
Terhadap
putusan pailit tersebut, Telkomsel akan meneruskan proses hukum dengan
mengajukan kasasi.
Syarat
Kepailitan
Dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang disebutkan dalam pasal
2 ayat 1 syarat-syarat debitur dinyatakan pailit yaitu sebagai berikut:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit oleh Keputusan pengadilan baik atas permohonan sendiri maupun
atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.”
Dari ketentuan dalam pasal 2 UU No.
37 Tahun 2004, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu
debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :
1.
adanya debitur yang tidak membayar
utang
2.
adanya lebih dari satu Kreditur
3.
adanya lebih dari satu utang
4.
minimal satu utang sudah jatuh tempo
dan sudah dapat ditagih
Dari syarat
kepailitan di atas, maka anggapan awam bahwa pailit adalah semata-mata
benar-benar bangkrut dalam arti yang sebenarnya adalah salah. Suatu perusahaan
bisa pailit bisa karena memang asset jauh lebih kecil dari kewajiban, atau bisa
jadi asset jauh melebihi kewajiban, namun terpenuhi syarat-syarat pailit.
Artinya perusahaan/perorangan yang tidak
mampu membayar hutang bisa dipailitkan atau perusahaan/perorangan yang tidak mau membayar hutang pun bisa
dipailitkan dan tentu saja melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang
kepailitan.
Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Secara umum dengan adanya pernyataan pailit maka terhadap debitur pailit berlakulah
hal-hal sebagai berikut:
1.
Terjadi sitaan umum terhadap harta
kekayaan debitur pailit.
2.
Kepailitan ini semata-mata hanya
mengenai harta kekayaan saja dan tidak mengenai diri pribadi si debitur pailit.
3.
Segala perikatan debitur pailit yang
timbul setelah putusan pailit yang diucapkan tidak dapat dibayar dari harta
pailit. 4) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua
para kreditur dan debitur.
4.
Tuntutan dan gugatan mengenai hak
dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator (Pasal 26
ayat (1) UUK)
5.
Semua tuntutan atau gugatan yang
bertujuan mendapatkan pelunasan dari harta pailit selama kepailitan harus
diajukan dengan laporan untuk pencocokan utang (Pasal 27 UUK)
6.
Kreditur yang dijamin dengan Hak
Gadai, Hak Tanggungan, Hak hipotik, jaminan fidusia dapat melaksanakan hak
agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan (Pasal 55 ayat(1) UUK) Pihak
kreditur yang mempunyai hak menahan barang milik debitur pailit sampai dibayar
tagihannya (hak retensi), tidak kehilangan hak untuk menahan barang debitur
pailit tersebur meskipun ada putusan pailit (Pasal 61 UUK) 9) Hak eksekusi
kreditur yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan
(kreditur separatis/kreditur dengan jaminan khusus) dan pihak ketiga untuk
menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator.
Sumber berita: harian SINDO detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar