Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai Obyek Wakaf (1)
Intellectual
Property Robbery |
Pada postingan sebelumnya saya pernah membahas mengenai penyelesaian sengketa merek. Merek merupakan salah satu dari Hak Kekayaan Intelektual, sehingga sengketa HKI diselesaiakan di Pengadilan niaga. Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai obyek wakaf. Karena pembahasan agak panjang, maka akan saya bagi menjadi 2 atau 3 postingan.
Wakaf yang terambil dari kata kerja bahasa Arab ‘waqafa’ itu menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syari’at Islam. Harta yang telahdiwakafkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir,tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan
bagian dari benda, yaitu benda tidak Berwujud (benda immateril). Pengertian
benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak.
Sedangkan yang dapat menjadi objek hak itu tidak hanya benda berwujud tetapi
juga benda tidak berwujud.
Secara umum HKI dapat terbagi dalam
dua kategori, yaitu pertama Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Ketentuan
mengenai HKI termasuk Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman, telah diatur dalam satu paket
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten.
Perlindungan Hak atas Kekayaan
Intelektual pada awalnya merupakan perlindungan yang diberikan negara atas ide
atau hasil karya warga negaranya. Perlindungan HKI selain untuk melindungi kepentingan dari
pihak pemilik yang mempunyai hak eksklusif terhadap hak ciptanya, juga untuk
menghindarkan dari penggunaan pihak-pihak yang tidak berwenang.
Hak Cipta
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu
ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal
1 angka 2). Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra (Pasal 1 angka
3). Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU
No. 19 tahun 2002, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda yang bergerak. Hak
Cipta berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dapat beralih atau dialihkan baik
secara keseluruhan maupun sebagian. Demikian pula dari ketentuan tersebut,
bahwa Hak Cipta pun dapat diwakafkan, yang mana tujuan dan prosedur wakaf Hak
Cipta itu sendiri, diatur lebih lanjut dalam ketentuan UU No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf.
Untuk lebih lanjut dibawah ini
ketentuan mengenai Pasal 3 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 berbunyi sebagai
berikut : “Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun
sebagian karena :
a. Pewarisan:
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis;
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat
(2) huruf e UU No. 19 Tahun 2002 diatas, Hak cipta dapat diwakafkan berdasarkan
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, dalam hal
ini mengacu pada ketentuan pasal 16 ayat (3) huruf e Undang-Undang Wakaf bahwa
Hak atas kekayaan intelektual merupakan benda yang dapat diwakafkan dalam
kategori barang bergerak yang merupakan harta benda yang tidak habis karena
dikonsumsi.
Perlindungan Varietas Tanaman
Ketentuan Mengenai Perlindungan
Varietas Tanaman diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman. Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak
khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan
Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau
memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya
selama waktu tertentu (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman).
Varietas tanaman yang selanjutnya
disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang
ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan
dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Pemegang hak PVT adalah pemulia
atau orang atau badan hukum, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT
dari pemegang hak PVT sebelumnya (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2000).Pemulia, dalam proses kegiatan pemuliaan tanaman, dapat bekerja sendiri,
atau bersama-sama dengan orang lain, atau bekerja dalam rangka pesanan atau
perjanjian kerja dengan perorangan atau badan hukum. Sebagai pembuat/perakit
varietas, maka pemulia mempunyai hak yang melekat terhadap hak PVT dari
varietas yang bersangkutan, yang meliputi hak pencantuman nama dan hak
memperoleh imbalan. Pengertian penerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak
PVT sebelumnya, adalah perorangan atau badan hukum yang menerima pengalihan
dari pemegang hak PVT terdahulu. Pemegang hak PVT tidak memiliki hak yang
melekat pada pemulia, yaitu pencantuman nama dan hak memperoleh imbalan.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU
Nomor 29 Tahun 2000, Perlindungan Varietas Tanaman Hak PVT dapat beralih atau
dialihkan karena pewarisan; hibah; wasiat; perjanjian dalam bentuk akta
notaris; atau sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-undang. Hak PVT
pada dasarnya dapat beralih dari, atau dialihkan oleh pemegang hak PVT
kepada perorangan atau badan hukum lain. Yang dimaksud pada hukum lain
yang dibenarkan oleh Undang-undang misalnya pengalihan hak PVT melalui
putusan pengadilan. Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan
pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang
besarnya ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya Pengalihan Perlindungan Varietas
Tanaman telah diatur secara dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
14 tahun 2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan
Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi oleh
Pemerintah.
Bersambung ------>
Referensi:
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyar, Menuju Era Wakaf
Produktif, Mumtaz Publishing, Cetakan kelima, Januari 2008.
Gunawan Widjaja, Lisensi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001
Jafril Khalil, Standarisasi Nazhir Wakaf Uang
Profesional, Modul Pelatihan Wakaf, Badan Wakaf Indonesia, Jakarta , 2008.
Lastuti Abubakar , Transaksi Derivatif Efek di
Indonesia, Tinjauan Hukum tentang Perdagangan Derivatif di Bursa Efek,
Penerbit Books Terrace & Library, Bandung, cetakan pertama ,2009
Soetan Malikul Adil, Hak-Hak Kebendaan, PT.
Pembangunan, Jakarta, 1962.
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2006.
Uswatun Hasanah, Wakaf dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia, Modul Pelatihan Wakaf, Badan Wakaf
Indonesia, Jakarta, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar