Selamat Datang di Blog saya yang sederhana,Terima Kasih Atas Kunjungannya

Senin, 12 November 2012

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DI PENGADILAN NIAGA


PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DI PENGADILAN NIAGA

Kompetensi Pengadilan Niaga Menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek


Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang berada pada lingkup Peradilan Umum. Pada postingan sebelumnya kita pernah membahas tentang Proses Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga, perkara kepailitan merupakan salah satu perkara yang menjadi kompetensi pengadilan niaga. Perkara-perkara yang menjadi kompetensi Pengadilan Niaga diantaranya mengenai Kepailitan dan PKPU, Hak Kekayaan Intelektual, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang penyelesaian sengketa merek di Pengadilan Niaga.

Ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 menggunakan saluran Pengadilan Niaga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa merek. Tidak seperti dalam sistem Undang-Undang Merek sebelumnya, yang menggunakan saluran Pengadilan Negeri biasa (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat).

Hal ini dimaksudkan agar pemeriksaan perkara merek dapat berjalan secara lebih cepat dan singkat dengan ketentuan-ketentuan yang dikenal dalam Pengadilan Niaga, yang semula dimaksudkan untuk permohonan kepailitan. Pemerintah bermaksud bahwa soal-soal yang termasuk “komersil” akan diselesaikan melalui Commercial Courts atau Pengadilan Niaga. Karena Pengadilan Negeri biasa dianggap terlalu lamban kerjanya dan terlalu penuh dengan formalitas yang menghambat pemeriksaan dan pemutusan di bidang bisnis secara cepat. (Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2001)

Penggunaan Pengadilan Niaga untuk menyelesaikan sengketa HKI perkara merek, bertujuan agar pihak-pihak yang bersengketa bisa segera mendapatkan keadilan. Pengadilan Niaga terdapat dua jenis hakim yaitu hakim karir dan hakim ad hoc, oleh karena itu hakim yang duduk di Pengadilan Niaga dianggap lebih menguasai masalah-masalah hukum bisnis (termasuk HKI) dibanding hakim-hakim di Pengadilan Negeri.

Paulus Effendie Lotulung (2004) dalam makalahnya tentang penyelesaian sengketa merek dan Pengadilan Niaga, menyebutkan bahwa Kompetensi Pengadilan Niaga terkait dengan beberapa sengketa merek menurut Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 adalah sebagai berikut:
1.     Berkenaan dengan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi Banding.
2.     Berkenaan dengan keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.
3.     Berkenaan dengan gugatan atas keputusan Komisi Banding mengenai penolakan permohonan pendaftaran indikasi geografis.
4.     Berkenaan dengan gugatan pemegang hak atas indikasi geografis terhadap pihak yang menggunakan secara tanpa hak.
5.     Berkenaan dengan gugatan yang dilakukan oleh pemegang hak atas indikasi asal terhadap pihak yang tanpa hak.menggunakan indikasi asal miliknya.
6.     Berkenaan dengan keberatan atas Keputusan Direktorat Jenderal HKI tentang Penghapusan Pendaftaran Merek dari daftar Umum Merek. Di mana Penghapusan Merek ini adalah atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI (Direktorat Merek).
7.     Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek oleh pihak ketiga.
8.     Berkenaan dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif oleh pihak ketiga.
9.     Berkenaan dengan gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 atau 6.
10.  Berkenaan dengan gugatan pembatalan terhadap Merek Kolektif terdaftar.
11.  Berkenaan dengan gugatan oleh pemilik merek terdaftar terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis.

Prosedur penyelesaian Sengketa Merek di Pengadilan Niaga Menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

Penyelesaian sengketa Merek di Pengadilan Niaga diatur dalam Bab XI Undang- Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, akan tetapi Undang-Undang Merek ini, hanya menjelaskan tentang tata cara gugatan pembatalan pendaftaran merek (Pasal 80), meskipun dalam Pasal 81 disebutkan bahwa ketentuan Pasal 80 juga berlaku secara mutatis mutandis terhadap gugatan atas pelanggaran merek (Pasal 76), padahal sengketa yang terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Merek No 15 Tahun 2001 tidak hanya masalah gugatan pembatalan merek dan gugatan atas pelanggaran merek saja. Masih ada bentuk sengketa-sengketa merek yang lain misalnya sengketa yang melibatkan Direktorat Merek secara langsung sebagai pihak dalam sengketa merek, yaitu sengketa tentang keberatan atas penolakan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar atau keberatan terhadap penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Direktorat Merek. Hal ini merupakan salah satu kekurangan dari UU Merek No.15 Tahun 2001 yang perlu sekiranya menjadi perhatian dari pemerintah (pembuat undang-undang).

Pasal 80 UU No. 15 Tahun 2001, menjelaskan tentang tata cara gugatan pada Pengadilan Niaga sebagai berikut:
1.     Gugatan pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
2.     Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3.     Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4.     Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5.     Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang
6.     Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
7.     Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
8.     Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh) hari setelah gugatandidaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan ketua Mahkamah Agung.
9.     Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
10.  Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

Referensi:

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 2002, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Paulus Effendie Lotulung, 2004, “Penyelesaian Sengketa Merek dan Pengadilan Niaga”, makalah disampaikan dalam Lokakarya tentang Penegakan HaKI di Bidang Merek Sebagai Sarana Peningkatan Investasi di Indonesia, Jakarta, 18 September 2004. Diakses melalui www.polines.ac.id tanggal 12 November 2012  

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tentang Merek.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang Kepailitan.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

1 komentar: