PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DI PENGADILAN NIAGA
Kompetensi Pengadilan Niaga Menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang berada pada lingkup Peradilan Umum. Pada postingan sebelumnya kita pernah membahas tentang Proses Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga, perkara kepailitan merupakan salah satu perkara yang menjadi kompetensi pengadilan niaga. Perkara-perkara yang menjadi kompetensi Pengadilan Niaga diantaranya mengenai Kepailitan dan PKPU, Hak Kekayaan Intelektual, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang penyelesaian sengketa merek di Pengadilan Niaga.
Ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 menggunakan saluran Pengadilan Niaga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa merek. Tidak seperti dalam sistem Undang-Undang Merek sebelumnya, yang menggunakan saluran Pengadilan Negeri biasa (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat).
Hal
ini dimaksudkan agar pemeriksaan perkara merek dapat berjalan secara lebih cepat
dan singkat dengan ketentuan-ketentuan yang dikenal dalam Pengadilan Niaga,
yang semula dimaksudkan untuk permohonan kepailitan. Pemerintah bermaksud bahwa
soal-soal yang termasuk “komersil” akan diselesaikan melalui Commercial
Courts atau Pengadilan Niaga. Karena Pengadilan Negeri biasa dianggap
terlalu lamban kerjanya dan terlalu penuh dengan formalitas yang menghambat
pemeriksaan dan pemutusan di bidang bisnis secara cepat. (Sudargo Gautama dan
Rizawanto Winata, 2001)
Penggunaan
Pengadilan Niaga untuk menyelesaikan sengketa HKI perkara merek, bertujuan agar
pihak-pihak yang bersengketa bisa segera mendapatkan keadilan. Pengadilan Niaga
terdapat dua jenis hakim yaitu hakim karir dan hakim ad hoc, oleh karena
itu hakim yang duduk di Pengadilan Niaga dianggap lebih menguasai
masalah-masalah hukum bisnis (termasuk HKI) dibanding hakim-hakim di Pengadilan
Negeri.
Paulus
Effendie Lotulung (2004) dalam makalahnya tentang penyelesaian sengketa merek
dan Pengadilan Niaga, menyebutkan bahwa Kompetensi Pengadilan Niaga terkait dengan
beberapa sengketa merek menurut Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 adalah
sebagai berikut:
1. Berkenaan
dengan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding oleh Komisi Banding.
2. Berkenaan
dengan keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan jangka waktu
perlindungan hukum terhadap merek terdaftar.
3. Berkenaan
dengan gugatan atas keputusan Komisi Banding mengenai penolakan permohonan
pendaftaran indikasi geografis.
4. Berkenaan
dengan gugatan pemegang hak atas indikasi geografis terhadap pihak yang menggunakan
secara tanpa hak.
5. Berkenaan
dengan gugatan yang dilakukan oleh pemegang hak atas indikasi asal terhadap pihak
yang tanpa hak.menggunakan indikasi asal miliknya.
6. Berkenaan
dengan keberatan atas Keputusan Direktorat Jenderal HKI tentang Penghapusan
Pendaftaran Merek dari daftar Umum Merek. Di mana Penghapusan Merek ini adalah
atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI (Direktorat Merek).
7. Berkenaan
dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek oleh pihak ketiga.
8. Berkenaan
dengan gugatan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif oleh pihak ketiga.
9. Berkenaan
dengan gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan oleh pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 atau 6.
10. Berkenaan
dengan gugatan pembatalan terhadap Merek Kolektif terdaftar.
11. Berkenaan
dengan gugatan oleh pemilik merek terdaftar terhadap pihak lain yang secara
tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis.
Prosedur penyelesaian Sengketa Merek di Pengadilan Niaga Menurut UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
Penyelesaian
sengketa Merek di Pengadilan Niaga diatur dalam Bab XI Undang- Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek, akan tetapi Undang-Undang Merek ini, hanya menjelaskan
tentang tata cara gugatan pembatalan pendaftaran merek (Pasal 80), meskipun dalam
Pasal 81 disebutkan bahwa ketentuan Pasal 80 juga berlaku secara mutatis
mutandis terhadap gugatan atas pelanggaran merek (Pasal 76), padahal sengketa
yang terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Merek No 15 Tahun 2001 tidak hanya
masalah gugatan pembatalan merek dan gugatan atas pelanggaran merek saja. Masih
ada bentuk sengketa-sengketa merek yang lain misalnya sengketa yang melibatkan
Direktorat Merek secara langsung sebagai pihak dalam sengketa merek, yaitu
sengketa tentang keberatan atas penolakan perpanjangan jangka waktu
perlindungan merek terdaftar atau keberatan terhadap penghapusan merek
terdaftar atas prakarsa Direktorat Merek. Hal ini merupakan salah satu
kekurangan dari UU Merek No.15 Tahun 2001 yang perlu sekiranya menjadi perhatian
dari pemerintah (pembuat undang-undang).
Pasal
80 UU No. 15 Tahun 2001, menjelaskan tentang tata cara gugatan pada Pengadilan
Niaga sebagai berikut:
1. Gugatan
pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah
hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
2. Dalam
hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan
kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3. Panitera
mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan
dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera
dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4. Panitera
menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5. Dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan
didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang
6. Sidang
pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
7. Pemanggilan
para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan
pembatalan didaftarkan.
8. Putusan
atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh) hari
setelah gugatandidaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh)
hari atas persetujuan ketua Mahkamah Agung.
9. Putusan
atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat secara
lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
10. Isi
putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan oleh
juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan
atas gugatan pembatalan diucapkan.
Referensi:
Sudargo Gautama dan Rizawanto
Winata, 2002, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Paulus Effendie Lotulung,
2004, “Penyelesaian Sengketa Merek dan Pengadilan Niaga”, makalah disampaikan
dalam Lokakarya tentang Penegakan HaKI di Bidang Merek Sebagai Sarana Peningkatan
Investasi di Indonesia, Jakarta, 18 September 2004. Diakses melalui www.polines.ac.id tanggal 12 November 2012
Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001, tentang Merek.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998, tentang Kepailitan.
Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sepakat
BalasHapus