Pukul
23.39, walaupun tubuh terasa lelah, namun mata enggan terpejam, biasanya
setelah kumatikan lampu kamar dalam hitungan menit, jiwaku sudah masuk ke
dimensi lain, yaitu dimensi yang didalamnya terdapat alam yang disebut mimpi.
Malam itu, aku memandangi langit-langit kamar, namun alam pikiranku menerawang
jauh, terlintas kenangan belasan tahun lalu. Tiba-tiba jiwaku tenggelam dalam
masa-masa ketika aku masih kanak-kanak. Aku tidak tahu mengapa masa itu yang
terbersit dalam lamunanku. Lamunanku beralih ketika aku kelas 3 SD, aku pulang
sekolah dengan jalan kaki bersama teman-teman yang lain, saling bercanda tanpa
beban walau satu gram sekalipun. Tidak sedikitpun terbersit kelak akan menjadi
penerus peradaban bersama-sama dengan ratusan juta anak-anak lain di penjuru
dunia. Waktu itu aku melihat bunga yang cukup membuat aku tertarik, bunga itu
berada di pekarangan sekolahku, secara diam-diam putiknya kupetik dan kusimpan.
Saat itu aku hanyalah makhluk kecil seperti buah mangga yang masih sangat
hijau, bahkan belum pantas untuk dibuat manisan sekalipun. Aku semakin
tenggelam di dalamnya palung masa laluku yang airnya sebening limbah pabrik.
Aku merupakan tunas dari pohon pisang yang dikarbit. Tapi sebagai roh ciptaan
Yang Maha Agung, jiwaku tidak terikat oleh gelembung-gelembung sabun yang fana.
Dalam jiwaku terdapat cinta yang beningnya seperti embun pertama di pagi hari,
tidak akan memilih akan jatuh di daun keladi atau rerumputan, tapi dia hanya
jatuh menuruti arah gravitasi bumi, dia tak pernah sedikitpun melawan kehendak
alam. Ingin rasanya aku siram bunga itu dengan air yang kupompa dari sumur
kalbuku, yang airnya sekeruh butiran salju yang jatuh di musim dingin. Namun
apa daya, sumur itu terlalu dalam, tanganku terlalu mungil untuk meraih timba.
Sekarang bunga itu telah dipetik oleh seseorang, dan kulihat telah dipindahkan
di pekarangannya. Tapi aku hanya dapat melihatnya di kejauhan, aku menjadi
teringat tentang putiknya yang pernah kupetik waktu itu. Setelah kucari
kemana-mana di brankasku, di arsip file-fileku putik bunga itu tidak menampakkan
wujudnya. Huh! Tentu saja pasti putik bunga itu sudah musnah oleh lindasan
waktu. Tapi tak kunyana kulihat benda berwarna putih di kedalaman jurang
kalbuku yang tak berujung, ternyata itu adalah putik bunga yang waktu itu
kucuri. Masih utuh, segar, sama seperti waktu kupetik. Kemudian aku tahu
ternyata itu adalah edelweiss. Ternyata waktu itu bunga yang putiknya kupetik
adalah edelweiss. Seorang bocah ingusan justru tertarik dengan edelweiss yang
warnanya tidak terlalu menarik, padahal disana tersebar mawar, lotus, krisan,
yang berwarna-warni. Tapi aku cukup lega karena edelweiss itu sudah mendapat
tempat yang cukup pantas di pekarangan rumah orang itu, edelweiss itu cukup
terawat dan segar. Aku hanya ingin mengatakan kepada edelweiss itu, bahwa
beberapa putiknya masih tersimpan di kedalaman palung kalbuku, tanganku tak
sampai menjangkaunya untuk untuk
mengambil dan membuangnya, bahkan ketika kupakai tali untuk turun, kulihat putik bunga itu
semakin jauh ke dalam, semakin aku turun ingin menjangkaunya, semakin dia masuk
ke dalam. Tiba-tiba lamunanku buyar seperti serpihan puzzle, butuh waktu lama
untuk menyusunnya lagi. Sudahlah, waktunya memberikan salam kepada sang malam,
karena pada gilirannya nanti si pagi akan memaksaku kembali menghadapi ganasnya
buana. Jarum jam itu dengan sangat terpaksa menunjukkan pukul 00.29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar